Kamis, 30 Januari 2014

Boyolali Sering Berkabut, Pengendara Diminta Waspada


menjelang jalan menurun menuju Sarangan, tikungan akan tajam dan kadangkala angin gunung bertiup sangat kencang.Di siang hari kondisi jalan tembus Solo-Magetan via Cemoro Sewu juga cenderung berkabut tebal, minim rambu penunjuk jalan, dan suhu udara sangatlah dingin. Namun setelah melewati wilayah Mojosemi menuju Magetan, maka kondisi jalan akan sangat lebar dan aman. Foto: Ari Kristyono

BOYOLALI Hujan yang tiap hari mengguyur, rentan membuat bahu jalan mudah amblas. Selain itu, hujan dan berkabut, membuat Satlantas Polres Boyolali menghimbau pengemudi untuk hati-hati saat melintas di jalan.
Akibat bahu jalan yang amblas sebuah truk sarat muatan yang terperosok di jalan Solo-Semarang, tepatnya di Dukuh Plosokerep, Desa Penggung Boyolali Kota, Rabu (29/1/2014) dini hari.

Padahal truk muatan asbes W 8048 UN tersebut, tengah dalam kondisi berhenti di bahu jalan. Beruntung tidak ada korban dalam kejadian tersebut.
Kasatlantas Boyolali, AKP Alil Rinenggo menyatakan  selain hujan pengguna jalan juga diminta hati-hati karena adanya kabut tebal. Cuaca yang berkabut ini membuat jarak pandang pengemudi sangat terbatas sehingga rentan menimbulkan kecelakaan.


“Saat hujan kondisi jalan menjadi licin, dan saat kabut turun jarak pandang terbatas. Kondisi ini harus diantisipasi oleh pengemudi agar kecelakaan kendaraan dapat dihindari,” ungkap Kasatlantas.
Kasatlantas berharap  pengemudi kendaraan mengurangi kecepatan saat hujan dan kabut. Selain itu Kasatlantas juga menghimbau pengendara menyalakan lampu kendaraan agar diketahui oleh kendaraan dari arah berlawanan. Antisipasi juga dilakukan dengan  menempatkan personil kepolisian di lokasi-lokasi rawan kecelakaan, terutama di pagi hari saat berkabut.

Lebih lanjut Kasatlantas mengungkapkan, kondisi jalan yang rusak juga patut diwaspadai, karena rawan menimbulkan kecelakaan. Terkait ini pihaknya juga sudah menyurati Dinas Perhubungan provinsi untuk memperbaiki lubang jalan sepanjang jalur Solo-Semarang.


soloblitz

PCNU Boyolali Soroti Pembangunan Gedung Pemkab

Boyolali, NU Online
Relokasi Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali ke Kemiri Mojosongo beberapa waktu lalu menjadi sorotan banyak kalangan. Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) kabupaten Boyolali, KH Abdul Khamid menyayangkan relokasi tersebut.

Kiai Khamid yang merupakan pengasuh pesantren di Dawar Manggis menginginkan eksekusi pengentasan kemiskinan ketimbang belanja relokasi kantor Pemkab Boyolali.


“Apa artinya gedung kabupaten mewah tapi ekonomi warganya sendiri kurang bagus,” kata Kiai Khamid saat ditemui di kediamannya di dukuh Dawar, Manggis, Mojosongo, Boyolali, Rabu (29/1).

Terkait hal itu, Kiai Khamid bersama sejumlah kiai yang tergabung dalam forum ulama telah membahas perihal ini dan telah menyampaikannya ke pemerintah. “Sementara ini, baru sebatas penyampaian keprihatinan,” ungkapnya.

Selain masalah pembangunan gedung Pemkab, forum ulama juga menyampaikan masalah terkait kebijakan pemerintah seperti mutasi. “Sering kami dengar, pegawai dimutasi ke posisi yang bukan bidangnya atau di tempat yang jauh,” tukasnya.

Dengan adanya perhatian dan kritik dari masyarakat, ia mendorong jajaran Pemkab Boyolali untuk mematangkan kebijakannya demi kemaslahatan warga secara luas.

nu or.id

Seribu Usaha Kecil di Boyolali Kolaps karena kalah bersaing

BOYOLALI –Seribuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Boyolali terpaksa kolaps karena kalah bersaing dengan pengusaha lainnya. Selain itu banjir yang terjadi di beberapa wilayah juga mempengaruhi pemasaran hasil produksi UMKM Boyolali.
Pengunjung mengamati beraneka ragam produk yang dijual dalam pameran bertajuk "Gebyar UMKM, Koperasi, PKBL, dan Produk Unggulan Daerah 2013" di Mal Solo Square, Jumat (14/06/2013). Acara ini diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia dengan menampilkan produk-produk unggulan yang menarik. | Foto : Pandu Yoga
Agus Partono, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Boyolali mengatakan, dari sekitar 26 ribu UMKM yang ada di Boyolali banyak yang kurang memiliki daya saing. Menurut Agus, terbatasnya daya saing yang dimiliki UMKM dikarenakan mereka kurangnya pemanfaatan teknologi.


“Yang kolaps sekitar seribuan UMKM. UMKM yang kolaps ini karena  mereka kalah bersaing dengan pengusaha-pengusaha yang sudah menggunakan teknologi tinggi,” ungkap dia saat peresmian showroom Penggerak Partisipasi Perempuan dan Anak Indonesia (Pepari) Boyolali di kompleks Sunggingan, Rabu (29/1/2014).

Dijelaskan Agus, kebanyakan UMKM di Boyolali masih menggunakan cara-cara manual. Sehingga dari sisi produksi maupun kualitas mereka kalah bersaing dengan usaha yang menggunakan teknologi tinggi. Selain itu banyak UMKM di Boyolali yang menurut Agus dikerjakan sebagai usaha sampingan, sehingga kurang digarap serius dan konsisten.

Selain kendala teknologi, bangkrutnya UMKM ini juga dipengaruhi dengan pangsa pasar serta kondisi politik maupun perekonomian secara nasional serta kondisi alam. Meski demikian, menurut Agus fluktuasi UMKM merupakan hal yang biasa dalam dunia usaha. Namun terkait ini pihaknya juga terus berupaya agar UMKM di Boyolali dapat terus berkembang.

SOLOBLITZ

SEJARAH BOYOLALI JAWA TENGAH

Rabu, 29 Januari 2014

Cegah Antrax, Sapi Sakit Dilarang Masuk Boyolali

Boyolali – Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali terus melakukan pemantauan intensif di sejumlah pasar hewan dan peternak sapi lokal guna mengantisipasi penyakit antrax. Salah satu yang menjadi perhatian adalah masuknya sapi-sapi dari luar Boyolali.
dok.timlo.net/nanin
Kasi Kesehatan Hewan dan Veteriner Disnakkan Boyolali, Ida Nawaksari menjelaskan, petugas kesehatan hewan disebar di sejumlah pasar hewan saat pasaran untuk memantau kesehatan hewan. Langkah ini dilakukan menyusul ektrimnya cuaca saat ini, yang bisa membuat hewan ternak rentan terhadap penyakit. Selain melakukan pemantauan, petugas juga melakukan pemeriksaan, terutama bila ditemukan sapi yang sakit.
“Jangan sampai sapi sakit masuk ke Boyolali, nanti imbasnya yang kena kita,” ujar Ida, Minggu (26/1)
.
Dijelaskan, Boyolali sendiri merupakan endemis penyakit antrax. Hal ini pernah terjadi di Desa Tangkisan, Klego, tahun 2011 lalu. Dimana saat itu, beberapa warga terpaksa dibawa ke rumah sakit karena menderita antrax kulit setelah mengonsumi daging sapi yang sakit. Warga yang terkena antrax kulit ini ditandai dengan luka menghitam di bagian tubuh.

Jepang Berdayakan Wanita Lereng Merapi


VIVAnews - Pemerintah Jepang membantu pemberdayaan ekonomi warga Lereng Merapi wilayah Kabuapten Boyolali. Melalui Proyek Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Berbasis Potensi Lokal di Wilayah Bencana, pemerintah Jepang memberikan dana hibah US$78.359 atau hampir Rp1 miliar.
Minister Kedutaan Besar Jepang Ushio Sigeru (tengah) sedang melihat produk makanan hasil olahan di Boyolali, Rabu 29 Januari 2014.
Minister Kedutaan Besar Jepang Ushio Sigeru menjelaskan, pemerintah Jepang memberikan bantuan hibah kepada Penggerak Partisipasi Perempuan dan Anak Indonesia (Pepari). Dana hibah tersebut merupakan hasil pengumpulan pajak warga negara Jepang.

Proyek ini bertujuan untuk mendorong pengembangan kemampuan ekonomi perempuan yang ada di wilayah bencana, yakni di wilauah Kecamatan Selo, Cepogo, dan Musuk. "Dana hibah tersebut dimanfaatkan untuk berbagai pelatihan, seperti kewirausahaan, pengolahan produk, managemen, akuntansi," kata Shigeru Ushio dalam upacara peresmian, pameran dan penjualan produk olahan rumah tangga dari Pepari di Kompleks Lapangan Sunggingan, Rabu, 29 Januari 2013.

Dengan adanya bantuan tersebut, pemerintah Jepang mengharapkan wanita dan keluarga di Lereng Merapi dapat mandiri secara ekonomi sekaligus peningkatan sumber daya manusia. "Bantuan ini khusus untuk masyarakat menengah ke bawah. Jadi bantuan ini bisa meningkatkan tingkat perekonomian warga Merapi," katanya.

Dia menjelaskan, proyek ini  memanfaatkan produksi lokal lantas mengolahnya menjadi produk yang berdaya jual. Kemudian produk tersebut khusus dijual di showroom yang disewa Pepari di sebelah timur Pasar Sunggingan, Boyolali.
"Saya berharap program ini bisa berelanjutan, " tuturnya.

Rusmiyati, Ketua Pepari menjelaskan bantuan tersebut diberikan kepada kalangan perempuan yang terdampak erupsi Merapi. Bantuan diserahkan kepada 17 kelompok yang tersebar di 12 desa di kecamatan. Meliputi Kecamatan Selo, Cepogo dan Musuk.

"Ada sekitar 300 perempuan yang ikut dalam kegiatan ini. Mereka semuanya tinggal di wilayah yang berjarak 10 kilometer dari puncak Merapi, " katanya.

Bantuan itu, kata dia, dimanfaatkan untuk pelatihan produksi, kewirausahaan hingga pembelian peralatan untuk keperluan usaha. Dari beberapa kegiatan pelatihan itu telah menghasilkan produk home industri yang memanfaatkan hasil pertanian sekitar. Di antaranya sirup, wortel, manisan tomat, ceriping wortel, permen wortel, keripik wortel, keripik sirih, keripik daun seledri dan lain-lain.

"Semua produk yang dihasilkan memang fokus untuk mengolah hasil pertanian lokal. Seluruh hasil penjualan ini akan kembali lagi ke masing-masing kelompok," tuturnya.

Selain membuka di timur Pasar Sunggingan, mereka juga membuka showroom di daerah Selo, Cepogo, dan Musuk. "Semua hasil olahan akan dijual di tempat tersebut," katanya.

Jumat, 24 Januari 2014

Kematian Itik di Banyudono Boyolali, Negatif AI

Boyolali — Peternak itik di kecamatan Banyudono bisa bernapas lega, menyusul keluarnya hasil pemeriksaan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali yang menyatakan kematian ratusan itik negatif flu burung (AI). Meski demikian, peternak diminta untuk tetap waspada terhadap serangan penyakit ini.
Kematian itik sendiri terjadi sejak awal November lalu, sejumlah peternak itik di Banyudono dikejutkan dengan kematian bebek miliknya. Tanda-tanda kematian bebek itu mirip dengan kematian itik beberapa bulan sebelumnya. Yakni, pada pagi hari bebek tersebut mengalami rabun dan kebutaan. Kemudian lemas, dan mati. Akibat kejadian ini, para pertenak mengaku merugi besar. Sebab rata-rata itik sudah siap berproduksi telur. Peternak terpaksa mereka menjual itik-itik yang masih hidup.

”Petugas kami sudah mengecek ke lokasi dan mengambil sampelnya. Kemudian sampel itu kita krimkan ke laboratorium untuk diperiksa. Tenyata kematian bebek itu tidak disebabkan oleh AI. Namun hanya karena bakteri. Dilihat dari gejalanya memang sama, tapi yang berbeda adalah penyebabnya,” ungkap Kepala Disnakan Boyolali Dwi Priyatmoko, Minggu (19/1).
Dijelaskan, bakteri tersebut mucul disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah anomali cuaca yang tidak menentu belakangan ini. Perubahan cuaca ekstrem membuat daya tahan tubuh hewan ternak menurun. Sehingga akan mudah terserang penyakit. Jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian.
“Tetap jaga kebersihan kandang dan pilih itik yang kondisinya bagus,” imbau Dwi singkat.

Birokrasi Boyolali Mbagusi


Bramastia Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan UNS Solo, tinggal di Boyolali

Memprihatinkan jika mencermati Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Boyolali yang lupa induk organisasinya, yaitu Korps Pegawai Negeri (Korpri). Meskipun ada Korpri, tetapi yang eksis justru organisasi paguyuban PNS di tiap kecamatan dan kini menjurus pada indikasi pungutan liar.
Ironisnya, indikasi pungutan liar di paguyuban PNS justru dilegitimasi seorang Ketua Umum Korpri yang juga Sekda Kabupaten Boyolali. (Solopos, 18/01)
Dalam pandangan penulis, birokrasi Boyolali sudah abnormal. Jika pun ada PNS yang normal (baca: baik), itu pun jumlahnya hanya sedikit dan tidak dapat berbuat apa pun untuk menegakkan aturan. Keberadaan Korpri sebagai wadah profesional birokrasi telah mengalami mati suri.

Bahkan, adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang pembinaan jiwa Korps dan Kode Etik PNS tidak berfungsi di Boyolali. Birokrasi Boyolali rela menukar harga diri dengan jabatan demi sesuap nasi.
Bagi birokrasi yang masih memiliki nurani harus siap tersingkir kena gelombang mutasi. Birokrasi yang baik, tentu harus taat dan siap dipindah tugas, meski harus menempuh jarak lebih jauh dari tempat tinggalnya. Untuk itulah, birokrasi yang baik harus bersiap mental agar tidak terkejut tatkala mutasi menimpanya.
Realitas mutasi yang mengakibatkan Sekretaris Desa (Sekdes) Talakbroto Simo meninggal dunia, menjadi pelajaran berharga bila masih ada PNS baik, namun diperlakukan tidak baik. (Solopos, 20/01)

Disfungsi Birokrasi
Untuk birokrasi Boyolali yang terlanjur masuk pusaran “neraka” politik, menjadi lupa bahwa PNS merupakan pengabdi negara, bukan abdi kekuasaan. Birokrasi Boyolali tidak lagi berpikir bagaimana melayani rakyat, tetapi berubah menjadi pelayan kekuasaan.
Demi posisi birokrasi, berbagai aturan berani diterjang guna melayani kekuasaan agar tidak kehilangan jabatan. Akibatnya, transaksi birokrasi menjadi tradisi di Boyolali.
Demoralisasi birokrasi Boyolali telah melebihi batas nisbi. Birokrasi Boyolali telah dikendalikan “penyamun demokrasi” yang mengatasnamakan diri sebagai sesepuh Boyolali. Keberadaan “penyamun demokrasi” ini telah merusak tatanan birokrasi yang memiliki jenjang berdasarkan prestasi, bukan karena berani transaksi untuk setor komisi. Adalah wajar andaikan slogan “Boyolali Pro Investasi” kini berubah menjadi “Boyolali Pro Komisi”.
Tanpa disadari, birokrasi Boyolali menjadi mesin pencetak komisi. Budaya jual beli jabatan semakin menggurita, bahkan terklasifikasi antara lahan “basah” dan “kering”. Keberadaan jabatan birokrasi sebagai alat investasi mencari laba pribadi melalui komisi. Yang lebih mencengangkan adalah birokrasi mulai memainkan manipulasi dan memotong dana sebagai tindakan menjurus korupsi.
Ironisnya, birokrasi Boyolali banyak buta regulasi karena memang telah di-design penguasa melalui cara penataan jabatan yang tidak sesuai kompetensi. Penguasa Boyolali tidak ingin mencari pejabat pintar, tetapi pejabat yang selalu taat perintah.
Pejabat birokrasi yang disayang Bupati Boyolali adalah yang mau diatur penguasa dan yang sangat takut kehilangan jabatannya. Harapan penguasa kepada pejabat birokrasi hanyalah satu, yakni bersedia menjalankan apa saja demi ambisi kekuasaannya.
Artinya, birokrasi Boyolali memang sengaja dicetak menjadi robot administrasi. Para birokrasi Boyolali jadi pesuruh penguasa sebagai pemberi label prosedural tanpa diberi kuasa melakukan telaah program kerja sebagaimana lazim seorang abdi Negara. Tanpa prosedur jelas, birokrasi Boyolali dipaksa taat perintah “penyamun demokrasi” yang senantiasa mengatasnamakan kekuasaan formal.
Profesionalisme birokrasi Boyolali memang semakin jauh dari panggang api saat ini. Fungsi birokrasi sebagai pelayan publik, kini berbalik arah menjadi pelayan politik. Skenario melemahkan lembaga birokrasi Boyolali benar-benar terjadi dan kini sudah tidak punya daya. Birokrasi Boyolali hanya sebagai pesuruh kekuasaan “jalanan” yang realitasnya tidak berada pada ranah kekuasaan formal. Disfungsi birokrasi kini menjadi realitas yang memprihatinkan bagi masa depan Boyolali.

Birokrasi Mbagusi
Darurat birokrasi Boyolali terjadi karena ada pembajakan terhadap organisasi Korpri. Lahirnya organisasi Korpri “jalanan” Boyolali bernama paguyuban PNS yang terbentuk tiap kecamatan telah dibelokkan.
Paguyuban ini dijadikan alat para “penyamun demokrasi” untuk memobilisasi birokrasi agar terlibat politik praktis. Sungguh sangat tragis nasib birokrasi Boyolali saat ini karena organisasi Korpri justru tidak pernah memberikan perlindungan diri bagi anggotanya.
Anehnya, birokrasi Boyolali tidak pernah mau minta pertanggungjawaban Korpri Boyolali. Korpri Boyolali hampir tidak mempunyai solidaritas dan rasa kesetiakawanan terhadap korban mutasi.
Korpri Boyolali yang mestinya menjadi tempat berlindung, tempat untuk membangun jiwa korsa sesama anggota, kini tak pernah ada lagi. Korpri Boyolali benar-benar menjadi organisasi birokrasi yang sudah tidak lagi memiliki harga diri karena mudah dipolitisasi.
Kini, birokrasi Boyolali menjadi liar dan masing-masing ingin tampil mbagusi. Dalam bahasa jawanya, kata mbagusi atau kemlinthi menjadi istilah masih belajar, tetapi sudah berlagak lebih hebat dari seniornya.
Ironisnya, kini birokrasi Boyolali memainkan peran mbagusi. Korpri sengaja diredupkan penguasa Boyolali, tetapi digantikan paguyuban birokrasi misal Baladewa Teras, Brotoseno Banyudono, Wijoyo Kusumo Simo, atau lainnya.
Sikap mbagusi birokrasi ini dengan tidak melawan hegemoni kekuasaan “tangan besi” penguasa tetapi jutru nyaman di dalam. Mereka tahu dan paham aturan, namun tetap larut arus yang bertentangan dengan kewajiban dan keinginan dirinya.
Paguyuban birokrasi Boyolali tampil mbagusi mengikuti kebijakan arogan Bupati Boyolali karena takut dianggap tidak loyal dan bukan tidak mungkin takut dianggap sebagai penghianat.
Sikap mbagusi birokrasi Boyolali yang berlebihan adalah rela melakukan apa pun yang diinginkan orang “luar” dari kekuasaan. Bahkan, birokrasi Boyolali yang mbagusi ini bersedia melakukan tindakan menjurus ranah korupsi, manipulasi dan intimidasi politik, baik ke sesama birokrasi yang tidak sejalan maupun ke rakyat. Birokrasi yang mbagusi ini menjadi mesin politik untuk mendapat suara maksimal di setiap tempat tinggalnya.
Birokrasi yang sudah terbeli, nasib sial senantiasa menanti dan akan menjadi sosok birokrasi yangmbagusi dan akan terus dipolitisasi. Bahkan, harga diri dari pejabat birokrasi mbagusi sangatlah rendah karena mau menjadi sapi perah dan pesuruh politisi bukan abdi Negara. Jujur, penulis pun tidak tahu kapan birokrasi mbagusi ini berakhir atau mereka tetap ada dalam “neraka politisasi” di Boyolali.

17.500 Apem Kukus Disebar pada acara Saparan di Pengging Boyolali


Dok.Timlo.net/ Nanin

Boyolali — Ratusan pengunjung dari berbagai daerah memadati komplek masjid Ciptomulyo Pengging Banyudono Boyolali, Jumat sore (27/12). Mereka menunggu ribuan apem kukus keong mas dibagikan. Tradisi sebaran apem keong mas sendiri dilakukan secara turun temurun pada pertengahan bulan sapar.
Sebelum dibagikan,  dua buah gunungan apem kukus keong mas diarak dari halaman Kecamatan Banyudono menuju ke Komplek Masjid Ciptomulyo yang berjarak 1,5 kilometer. Arak-arakan dua buah gunungan apem tersebut diikuti kebo bule keturunan Kyai Slamet dan prajurit keraton.
Dua buah panggung telah disiapkan panitia untuk membagikan apem kukus keong mas kepada pengunjung dengan cara disebar. Pengunjung yang sudah memadati lokasi sejak siang, tidak sabar menunggu prosesi acara. Akibatnya,

Gunungan apem kukus kecil yang diletakkan di Masjid, saat diarak menuju ke panggung sudah diserbu warga.
Tradisi sebaran apem keong mas sendiri dimulai sejak jaman pujangga kraton, Yosodipuro, dimana kala itu masyarakat mengeluhkan serangan hama keong mas dan tikus yang mengakibatkan gagal panen. Oleh Yosodipuro, petani diminta untuk memasak hama keong mas dengan cara dikukus dan dibungkus dengan janur. Sejak saat itu, hama keong mas menghilang dan petani kembali bisa menikmati panen.
Wakil Bupati Boyolali, Agus Purmanto, inti dari tradisi ini adalah kebersamaan untuk bersama-sama berkumpul. Dimana saat itu, Yosodipura menggunakan tradisi sebaran apem kukus keong mas untuk berdakwah, agar masyarakat bisa hidup damai. Disisi lain, pihaknya berharap, tradisi ini dikemas menjadi paket wisata yang tidak hanya menarik bagi wisatawan lokal namun juga wisatawan luar.

Di Mutasi, Sekdes Talakbroto Meninggal

BOYOLALI – Suasana duka masih menyelimuti kediaman almarhum Sekretaris Desa (Sekdes) Talakbroto, Kecamatan Simo, Rohman, Minggu (19/1). Tikar berukuran lebar masih terbentang di ruang utama.
Di ruang itu pula, istri almarhum, Siti Komariah, bercerita panjang lebar mengenai kepergian Sekdes, sebelum sempat menempati tempat kerja yang baru di Kantor Desa Jipangan, Banyudono.
Kedatangan Solopos.com ke rumah kediaman juga untuk mengkonfirmasi santernya kabar bahwa Rohman sakit setelah mendapat pemberitahuan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Boyolali bahwa pihaknya akan di mutasi ke Jipangan, Banyudono. Rohman sendiri meninggal dunia Jumat (17/1/2014) siang di RS Yarsis Solo setelah empat hari di rawat di rumah sakit tersebut.

Kepada Solopos.com, Siti membenarkan bahwa Rohman merupakan salah satu sekdes di Boyolali yang kena mutasi. “Alasan mutasi saya tidak tahu, bapak juga tidak tahu. Permasalahan yang menyebabkan mutasi kami juga tidak tahu. Memang sebagai PNS setelah enam tahun menjadi sekdes harus mau dipindah kemana-mana. Kami sadar betul akan aturan itu,” kata Siti, Minggu.
Bahkan sesaat tahu adanya mutasi itu, Siti sudah berusaha untuk menenangkan pikiran sang suami. “Saya sudah sampaikan, bab mutasi itu ora usah dipikir. Sing penting bapak itu ora korupsi ora ngapusi, jadi pergi tidak meninggalkan kesan buruk apapun.”
Diketahui, Rohman sudah sempat melihat Kantor Desa Jipangan sebagai tempat kerja baru yang akan dia tempati, dua hari sebelum masuk rumah sakit. “Tapi memang belum sempat tunjuk muka.”
Dari penuturan Siti, selama di rumah sakit dia dimintai keterangan secara mendetail oleh dokter dan perawat mengenai kondisi Rohman. “Seperti, ada permasalahan apa? Anaknya berapa? Apakah sudah pernah jatuh? Saya kira bapak itu cuek kalau memendam sesuatu saya juga tidak tahu. Kemudian saya bilang ke dokter, bapak baru saja dimutasi,” tutur Siti.
Dokter pun hanya menyebutkan ada penyumbatan pembuluh darah di kepala. Menurut sejarah, Rohman memang jarang sakit. Siti menegaskan bahwa pihaknya enggan mengkaitkan kabar mutasi itu dengan wafatnya sang suami.
“Orang meninggal itu sudah kehendak Allah SWT. Hanya kebetulan bapak meninggal saat ada mutasi itu. Saya sudah ikhlas dan tidak mau menuduh siapapun, kalau ada yang menyangkutpautkan kematian dengan mutasi itu biar urusan mereka-mereka.”
Salah satu warga Talakbroto, Adi Mulyo Nugroho, juga mengatakan bahwa di masyarakat Simo kabar yang santer beredar adalah Sekdes meninggal dunia begitu tahu kena mutasi ke wilayah yang jaraknya sangat jauh dari tempat asal.
“Sekdes sempat ngobrol dengan saya sehari sebelum masuk rumah sakit. Sekdes memang terlihat sedikit bingung dan kaget dengan kabar mutasi itu,” kata Adi.
Bagi warga Talakbroto, menurut Adi, kabar mutasi Sekdes itu cukup mengagetkan. Apalagi, kata Adi, pengganti Sekdes yang baru sebelumnya adalah seorang satpam rumah sakit yang sudah menjadi pegawai negeri. “Dan dia berasal dari luar desa. Setahu kami, dari peraturan daerah yang ada, sekdes berstatus PNS bisa digantikan oleh masyarakat sipil lainnya yang berasal dari desa itu sendiri, bukan dari luar wilayah.”
Rohman sendiri diketahui sudah 15 tahun menjabat sebagai perangkat desa di Desa Talakbroto. Direktur Pusat Kajian Pencerahan Politik Indonesia (PKP2I), Thontowi Jauhari, yang juga warga Simo berpendapat bahwa mutasi sekdes yang dilakukan Pemkab Boyolali sama sekali tidak ada urgensinya.
“Saya melihat berbagai kritik dan masukan kepada Bupati terkait mutasi yang sewenang-wenang itu kok ndak bisa dihentikan. Lagi pula mutasi Sekdes apa urgensinya?”
Ada sekdes di wilayah Boyolali timur yang dimutasi ke pucuk Boyolali bagian barat. Bahkan dari informasi yang diterima Espos, ada sekdes di wilayah Simo yang dimutasi sampai ke Musuk. “Bupati seolah menutup rapat hati, telinga dan matanya terkait masukan dari masyarakat. Hal ini sama sama representasi seorang penguasa yang otoriter dan bukan seorang nasionalis.”
Kabag Pemerintahan Desa (Pemdes) Setda Boyolali, Purwanto, membenarkan bahwa ada mutasi sekdes berbarengan dengan mutasi pejabat eselon.
“Saya lupa berapa jumlah sekdes yang dimutasi dan kapan mulai penempatan di wilayah kerja baru. Karena saya sendiri juga belun dapat data pasti dari BKD. Yang jelas, sekdes itu bukan pejabat struktural tapi staf yang diperbantukan, jadi mutasi ini diluar angka 58 pejabat eselon yang dimutasi kemarin.”

Jumat, 17 Januari 2014

125 guru di Boyolali Gagal Sertikasi 2013


Ilustrasi sertifikasi (Dok/JIBI/Solopos)

BOYOLALI–Sebanyak 126 guru di Kabupaten Boyolali dikabarkan gagal mendapatkan sertifikasi tahun 2013.
Informasi yang disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Boyolali, Agus Ali Rosyidi, banyak guru yang mengadu lantaran program sertifikasi yang diikuti tahun 2013 kemarin tidak keluar.
Sejumlah persoalan klasik dalam proses sertifikasi guru ini masih banyak ditemui meskipun sistemnya sudah dibenahi.
“Beberapa guru ada yang mengadu ke saya, tidak keluarnya sertifikasi karena salah satunya nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) yang tidak masuk,” kata Agus Ali, kepada Solopos, Senin (13/1/2014).

Selain itu, lanjut  dia, persyaratan mengenai jam mengajar juga banyak yang belum muncul. Persoalan jam mengajar ini menurut dia adalah persoalan yang paling krusial dalam proses sertifikasi guru. “Satu tahun kemarin sudah beberapa kali dibenahi, terutama untuk guru yang masih menemui persoalan  di jam mengajar, tapi katanya belum bisa keluar juga. Lha ini ada apa?”
Dari beberapa informasi yang diperoleh, ada beberapa kendala yang masih ditemui pihak guru dan SKPD terkait yaitu Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora).
“Ada guru yang datang ke Disdikpora katanya ada persoalan pada server di tingkat pusat. Ini kan lucu. Sistem online kok jadi mempersulit. Yang kedua, adanya peralihan penerima tunjangan sertifikasi yang sebelumnya langsung ke rekening guru sekarang melalui kas daerah. Ini yang harus dicari benang merahnya dan saya berharap Disdikpora menindaklanjuti temuan 126 sertifikasi guru yang gagal keluar tahun 2013.”
Kepala Disdikpora Kabupaten Boyolali, Abdul Rahman, menyebutkan jumlah 126 guru yang progam sertifikasinya tidak keluar tahun 2013 itu sudah berkurang. Artinya, berangsur-angsur sudah ada beberapa peserta program sertifikasi sudah ada yang mulai melakukan perbaikan data. Seperti ada yang salah mencantumkan nomor rekening.
“Hanya salah atau kurang satu digit saja, misalnya, sudah ada beberapa yang diperbaiki dan sudah dikonfirmasikan ke pihak bank. Kemudian ada juga yang salah pada dapodik. Setelah diperbaiki akhirnya banyak yang akhirnya keluar sertifikasinya.”
Menurut Abdul Rahman, jumlah guru yang sertifikasinya tidak keluar pada tahun 2013 tidak mencapai angka 126 guru.
“Ndak nyampai segitu. Saya lupa angka persisnya, tapi dari 126 guru itu sudah banyak yang melakukan perbaikan data sehingga sertifikasi bisa keluar dan bisa mendapatkan SK sertifikasi tahun bersama 750 guru yang lain.”

Menuduh Keikhlasan Para Relawan: Catatan Banjir Jakarta

Musibah banjir di Jakarta mendatangkan keprihatinan, namun juga meningkatnya solidaritas dan kepedulian. Hal ini dibuktikan dengan marak dibukanya posko-posko bantuan, dan juga turunnya para relawan langsung ke gelanggang untuk membantu evakuasi dan memberikan bantuan.
Beberapa tokoh politik juga terlihat mondar-mandir dan blusukan, menyapa warga, menguatkan hati dan tentu saja memberikan bantuan. Beberapa diantara mereka bahkan terlihat lehernya saja untuk memasuki wilayah yang terendam lebih dalam.

Namun diantara itu semua, yang layak untuk dicermati adalah banyaknya komentar pedas yang menuduh mereka -partai politik- yang membuka posko hanyalah berniat pencitraan dan kampanye. Partai politik dituduh mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tuduhan ini bukan hanya bersliweran di media sosial seperti facebook atau twitter, namun juga media turut memanas-manasi keadaan entah sengaja atau tidak.
Mari kita simak salah satu contoh, bagaimana situs berita merdeka com menampilkan judul yang terlihat sangat subjektif: "Tahun politik, kader PKS datangi korban banjir Jakarta". Berikut penggalan awal dari tulisan tersebut :


2013 Merupakan tahun politik bagi partai politik. Sebab, tahun ini parpol akan berusaha mati-matian meningkatkan citranya agar dipilih oleh publik di Pemilu 2014. Bersamaan dengan itu, awal tahun politik Jakarta diterjang banjir. Sejumlah parpol pun berusaha menarik simpati warga dengan memberikan bantuan dan mendirikan posko. Hal yang sama juga dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sejumlah kader PKS mendatangi para korban banjir yang masih bertahan di rumahnya masing-masing untuk memberikan bantuan.

Maka tulisan di atas pun bersambut dengan tambah komentar yang hampir semuanya mencibir langkah yang telah dilakukan parpol tersebut. Ada yang menyebut dengan kemunafikan, tidak ikhlas, dan serangkaian tuduhan lainnya.

Entah gejala apa, tetapi yang seharusnya terjadi dalam situasi seperti ini adalah saling berlomba untuk berbuat yang terbaik dan membantu warga yang kesulitan, bukan saling menuduh niatan apalagi dengan berpangku tangan.

Saya yakin sepenuhnya, tuduhan dan cibiran tersebut tidak akan mengurangi kerja dan kinerja parpol yang dimaksud untuk melanjutkan kerjanya, sebagaimana cibiran dan komentar tersebut juga sama sekali tidak meringankan beban yang harus ditanggung warga.

Untuk menjelaskan cara berpikir yang semestinya, empat hal berikut ini setidaknya bisa kita pertimbangkan sebelum kita banyak berkomentar nyinyir terhadap didirikannya posko bantuan dari parpol peserta pemilu.

Pertama: Menuduh Keikhlasan 

Keikhlasan adalah nasehat bagi diri agar setiap kali beramal selalu ditujukan untuk meraih ridho ilahi. Keikhlasan sewajarnya ditujukan untuk diri sendiri melalui istighfar dan renungan dalam hati, agar niatan tidak terkotori dengan apapun. Keikhlasan adalah alat evaluasi diri, bukan senjata yang ditodongkan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan di hadapan kita. Begitulah generasi sahabat memberikan contoh pada kita, ketika terjadi parade sedekah dan amal kebaikan di antara mereka, tidak ada satupun komentar dari mereka bahkan dari Rasulullah SAW yang mempertanyakan keikhlasan mereka. Ketika Usman bin Affan menyedahkan banyak logistik peperangan, Rasulullah SAW memberikan apresiasi dengan menyatakan : "Setelah ini tidak ada lagi yang bisa mengganggu amalan Usman" .

Tidak diperbolehkannya kita menuduh keikhlasan, lebih mendalam lagi bisa kita ambil dari kisah bagaimana Usamah, prajurit kecintaan Rasulullah SAW yang membunuh seorang musuh setelah mengucapkan kalimat syahadah. Usamah beralasan bahwa ucapan tersebut hanya 'pencitraan', tipuan, dan tidak ikhlas mengucapkannya karena berharap selamat dari tebasan pedang. Apakah Rasulullah SAW sepakat dengan hal itu? Tidak dan sama-sekali tidak, beliau terdengar marah dan tidak suka, serta bertanya berulang-ulang kepada Usamah: "Apakah engkau sudah membelah dadanya? (hingga engkau tahu bahwa dia tidak ikhlas mengucapkannya?". Usamah takut dan menyesal dengan perbuatannya menuduh keikhlasan seseorang.

Pertanyaan yang sama bisa kita ajukan,  apakah mereka yang mencibir keikhlasan mereka yang membantu korban banjir, telah membelah dada para relawan dan mengetahui isi hati mereka? Tidak sekali-kali tidak.

Kedua: Sejarah dan Kebiasaan, bukan Pahlawan Kesiangan

Tuduhan mencari kesempatan dalam kesempitan, kampanye di tengah keprihatinan musibah, adalah tuduhan yang teramat menyakitkan. Tuduhan seperti itu mungkin wajar jika ditujukan kepada mereka yang selama ini duduk-duduk saja saat terjadi bencana di nusantara ini. Mungkin ada memang satu dua tokoh atau ormas yang bak pahlawan kesiangan yang tiba-tiba saja muncul saat bencana dan diliput media, lalu hilang pada kesempatan berikutnya.Tapi apakah semua seperti itu? Tentu tidak. Bahkan sekalipun ada yang seperti itu, tetap saja masyarakat dan korban banjir menerima kemanfaatannya, meski tak seberapa.

Namun tuduhan itu menjadi tidak wajar bahkan aneh, karena parpol semacam PKS mempunyai track record penanganan bencana sejak lama. Dari mulai bencana Tsunami Aceh, gempa bumi padang, Jogjakarta, letusan Merapi, situgintung, kebakaran-kebakaran di pasar, tanah longsor karanganyar, dan setiap musibah lainnya, kader PKS senantiasa bersama masyarakat ikut terjun langsung dalam evakuasi dan bantuan pada korban atau pengungsi. Musibah dan bencana tak mengenal tahun politik, kapan saja bisa terjadi. Begitu pula PKS, kesiapan dalam penanganan bencana menjadi latihan dan kegiatan rutin kadernya, bahkan dibentuk unit P2B yaitu penanganan dan penanggulangan bencana.

Maka jika pada banjir Jakarta ini tiba-tiba muncul berdiri 72 posko PKS di seluruh Jakarta -sebagaimana diberitakan Republika Online, maka itu bukti kesiapaan, kebiasaan dan terlatihnya kader PKS dalam membantu masyarakat saat terjadi musibah melanda. Sekali-kali mereka bukanlah pahlawan kesiangan, karena pahlawan kesiangan tak memiliki kekuatan dan nafas panjang sebesar itu.

Ketiga: Berlomba dalam Kebaikan bukan Komentar apalagi Tuduhan

Saat ini yang dibutuhkan masyarakat khususnya korban banjir adalah siapa saja mereka yang siap dan mau berkorban, dari manapun dan siapapun mereka. Mereka yang terbaik adalah yang paling banyak kemanfaatannya bagi orang lain. Ibaratnya terjadi kebakaran, maka sudah selayaknya semua bergerak untuk segera memadamkan, siapa saja yang mampu layak untuk ditiru. Bukan malah sibuk menggerutu dan menyebar tuduhan ambigu.

Keempat: Penggunaan Identitas

Salah satu yang paling sering disorot adalah penggunaan identitas, khususnya kaos bagi relawan parpol saat melayani. Siapa saja yang turun di lapangan akan mendapati situasi yang sangat rumit dan membutuhkan penanganan yang cepat, solid dan terorganisir. Maka penggunaan identitas bukan hanya wajar bagi relawan, namun menjadi sebuah keharusan sebagai sebuah kesiapan bekerja dan siap bertanggung jawab. Para TNI, Polisi, SAR, PMI pun menggunakan identitasnya masing-masing, selain untuk kemudahan konsolidasi, juga menunjukkan kesiapan bekerja dan bertanggung jawab. Dengan penggunaan identitas, masyarakat berhak komplain dan tahu kemana harus protes saat terjadi kejadian, insiden atau hal-hal yang menganggu selama pelaksanaan evakuasi atau pemberian bantuan. Relawan tanpa seragam terkadang justru malah mengundang kerancuan pelaksanaan tugas di lapangan.

Akhirnya, tulisan ini bukan untuk membela relawan dari parpol, khususnya PKS, karena salah satu bukti keikhlasan adalah baik pujian maupun cercaan tak menyurutkan langkah untuk melanjutkan amal kontribusinya. Ini yang kita dapati dengan mudah pada relawan PKS, sejak dulu sering dikomentari saat menangani bencana di daerah manapun, tapi itu semua tak menyurutkan langkah, sampai saat ini setia melayani negeri. Dari mereka layak kita mengambil inspirasi.

Semoga bermanfaat dan salam optimis.

*by Hatta Syamsuddin

Ingat kembali ke Syariatnya, Hijaber jangan jadi korban trend


Hijabers Community (Foto: jenahara.com)

Dunia mode berhijab Tanah Air rasanya tak ketinggalan dengan gaya berbusana di belahan dunia lainnya. Gaya baru selalu kelihatan. Beragam gaya berhijab serta padu padan busananya tentu menjadi kabar gembira bagi Muslimah yang tidak mau ketinggalan trend.

Kemunculan para tutor dan maraknya kelas berhijab mendorong lahirnya aneka kreasi busana Muslim serta aksesori pendukungnya. Ikut trendd hijab bukan lantas berarti menjadi korban mode.
Designer label busana Muslim KIVITZ, Fitri Aulia, mengatakan, gaya dalam berhijab sebaiknya jangan sekadar ingin ikut trend. Dalam acara pembukaan MUSE 101 atau toko yang menampung sejumlah label busana Muslim di pusat perbelanjaan FX, Jakarta Selatan, Fitri berujar, trend itu tetap harus disesuaikan dengan banyak faktor. Seperti, bentuk muka, warna baju, dan riasan.


Manusia terlahir dengan bentuk muka yang berbeda-beda. Ada yang oval, persegi, atau bulat. Salah pilih gaya kreasi hijab justru membuat bentuk muka terlihat kurang proporsional. Misalnya saja, kreasi turban. Hijab ini biasanya kurang cocok untuk mereka yang bermuka persegi.


Turban akan semakin mempertegas bentuk rahang. Mereka yang berwajah bulat disarankan Fitri memilih susunan jilbab yang dekat dengan rahang. “Pintar-pintar mainkan jilbabnya, geser sedikit saja pengaruhnya bisa besar,” saran Fitri.
Untuk mereka yang gemar coba-coba, sedia kan aneka dalaman untuk penunjang gaya. Ciput, ninja, dan bandana dengan berbagai motif dan warna dengan mudahnya tersedia di pasaran. Salah memilih dalaman bisa mengurangi penampilan berhijab.


Bagaimana dengan pemilihan warna hijab? Fitri mengatakan, pemilihan warna yang senada memang perlu, tetapi jangan sampai membatasi. Trik yang paling gampang adalah memilih hijab dengan melihat ornamen warna pada satu baju atau sebaliknya. Warna hijab cukup menyesuaikan dengan salah satu warna atau dua warna yang ada dalam pakaian. Contohnya, bajunya berornamen bunga warna hitam, putih, dan kuning. Maka, pilih hijab dalam warna hitam atau putih atau kuning. Senada bukan?

Busana Muslim sebaiknya juga tampil sederhana, tidak terlalu mencolok. Perlu juga keterampilan memilih aksesori yang tepat. Jika motif hijab sudah berwarna terang, sebaiknya pilih aksesoris yang redup. Hitam selalu menjadi pilihan aman.
“Apa pun gaya hijabnya, harus terlihat apa yang ingin dijadikan fokus. Harus punya fashion statement,” tambah Fitri. Riasan wajah pun tak kalah penting. Sebisa mungkin jangan tabrakan warna riasan dengan warna jilbab.
Terakhir, jangan lupakan pakem berhijab. Fitri mengatakan, menutup diri sama dengan memakai busana sesuai syariat. Bagian sikut, leher, dan kaki harus benar-benar tertutup sama seperti kepala. “Ingat kembali syariatnya. Jangan sampai jadi korban trend.”



dakwatuna

model jendela rumah minimalis

Loncat Partai, PAN Boyolali Siap Pecat Thantowi


Dok.Timlo.net/ Nanin

Boyolali – DPD PAN Boyolali siap melakukan pemecatan terhadap anggota DPRD Boyolali dari PAN, Thantowi Djauhari, yang diduga loncat ke Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Thantowi sendiri saat ini tengah menunggu proses pergantian antar waktu (PAW) setelah mengundurkan diri bulan lalu. Thantowi disebut-sebut maju sebagai calon legislative tingkat provinsi dari Partai Nasdem.
Sekretaris DPD PAN Boyolali, Turisti Hindriya menjelaskan, pihaknya sudah mendengar perihal anggotanya yangnyaleg ke Nasdem. Bahkan DPD sudah menanyakan langsung hal tersebut ke salah satu pengurus Partai Nasdem dan dibenarkan. Namun untuk mengetahui lebih lanjut, DPD PAN Boyolali akan melakukan klarifikasi langsung ke Thantowi.

“Kita akan lakukan klarifikasi benar tidaknya. Kalau memang benar, DPD PAN Boyolali siap melakukan tindakan. Salah satunya adalah pemecatan,” ungkap Turisti, di ruang kerjanya, Selasa (2/4).
Dijelaskan, setelah PAW, Thonthowi secara kelembagaan masih memiliki hubungan keperdataan dengan partai. Yakni ketika menunggu proses PAW setelah mengundurkan diri sebagai anggota dewan, ia masih menikmati gaji DPRD dan fasilitas lainnya. Disinggung mengenai proses PAW yang tengah berjalan, politisi yang juga menjabat sebagai wakil ketua DPRD Boyolali tersebut membeberkan bahwa Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah telah turun. SK tentang pemberhentian Thanthowi yang selanjutnya digantikan Sarbini telah diterima Sekretariat Dewan (Setwan).
“Proses pelantikan direncanakan 17 April mendatang,” tandasnya.
Terpisah, Thontowi Jauhari saat dihubungi melalui HP-nya membenarkan dirinya mundur dari PAN dan pindah ke Partai Nasdem. Thontowi menjelaskan dirinya direkrut karena dinilai memiliki pemikiran kuat tentang visi restorasi. Bahkan menurut dia, dirinya diberikan posisi cukup strategis, yakni sebagai Wakil Ketua DPW Jateng Partai Nasdem.
Sementara terkait statusnya masih menjabat sebagai dewan dari PAN, Thontowi mengatakan tidak masalah mengingat SK pergantian antar waktu (PAW) sudah ditandatangani Gubernur dan tinggal proses pelantikannya saja. Selain itu dia juga mengaku sudah menyampaikan kemundurannya dari PAN tersebut secara lisan ke DPW PAN Jateng.

Rakta Studio @Griya Unik, Trans TV_1

di Boyolali, Tingkat Kehilangan Air PDAM 2013 tinggi


Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

BOYOLALI--Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Boyolali menyebut sekitar 30 hingga 35 persen produksi airnya mubazir. Angka tersebut lebih tinggi dari standar nasional dengan toleransi maksimal hanya 20 persen.
Direktur Bagian Teknik PDAM Boyolali, Joko Santoso, mengungkapkan pihaknya mencatat tingkat kehilangan air yang terjadi selama 2013 mencapai 35 persen. Diakuinya, angka tersebut termasuk tinggi. Kehilangan air tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yaitu di mata air, di jaringan dan di pelanggan.
“Paling sulit antisipasinya di pelanggan,” katanya kepada solopos.com, Sabtu (11/1/2014).

Joko menjelaskan kehilangan air akibat kebocoran di mata air bisa diantisipasi. Demikian juga jaringan pipa yang sudah tua, kendati sudah tertanam dalam tanah, terkadang masih bocor akibat kuatnya tekanan. Meskipun memerlukan biaya yang tinggi, namun dapat segera diatasi. Berbeda dengan pemasangan jaringan pipa air secara ilegal oleh oknum tidak bertanggung jawab, terutama di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air bersih, menurut Joko, punya andil besar terhadap tingginya angka kehilangan air besih PDAM.
“Karena belum punya water meter induk, jadi pemantauan hanya secara manual, juga jaringan pipa mengalami kerusakan akibat usia,” terangnya.
Joko menambahkan tingginya tingkat kehilangan itu juga karena faktor produksi yang terlalu tinggi, sementara penggunaan di tataran pelanggan masih rendah.
“Maka, tahun ini kita punya agenda menekan tingkat kehilangan air, salah satunya  dengan cara mengurangi jam produksi,” katanya.
Pengurangan jam produksi tersebut, lanjut Joko, juga akan dapat menekan tingginya biaya listrik, mengingat  rata-rata setiap bulan harus membayar sekitar Rp450 juta. Di sisi lain, harga jual air bersih ke masyarakat masih harus subsidi silang.
“Biaya listrik selalu naik. 2013, tiap triwulannya harga listrik selalu naik sekitar 4,5 persen,” katanya.
Saat ini, harga jual air bersih kepada masyarakat senilai Rp 3.400/m3 sedangkan standar nasional Rp 3.700/m3, dengan jumlah pelanggan lebih dari 32.300 sambungan rumah.

Demokrat Boyolali Siapkan Strategi Rebut Simpati Rakyat

Boyolali (Antara) - Partai Demokrat telah menyiapkan strategi khusus untuk merebut hati rakyat di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Pemilihan Umum Calon Legislatif 2014. 
Demokrat Boyolali Siapkan Strategi Rebut Simpati Rakyat"Kami telah menyiapkan taktik dan strategi khusus untuk memenuhi target perolehan sembilan kursi pada Pileg Boyolali 2014 mendatang," kata Ketua DPD Partai Demokrat Boyolali, Sujadi, di Boyolali, Rabu. Menurutnya, sebanyak 45 calon legislatif asal Demokrat telah disiapkan, dan sudah masuk Daftar Calon Sementara (DCS). Mereka tinggal menunggu KPU untuk penetapan menjadi Daftar Calon Tetap (DCT) pada tanggal 22 Agustus mendatang. 

"Kami kemudian akan memberikan pembekalan kepada DPT bagaimana tehnik dan strategi cara merebut hati rakyat untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya," kata Sujadi yang mencalonkan legislatif yang ketiga kalinya. Menurutnya, Partai Demokrat pada Pileg sebelumnya berhasil merebut enam kursi, dan pada tahun 2014 ditargetkan dapat memperoleh sembilan kursi. 

Pihaknya bersama caleg Demokrat Boyolali akan melakukan koordinasi tingkat Provinsi maupun caleg anggota DPR RI untuk mengsinergikan strategi yang bakal dilaksanakan.
"Caleg Boyolali yang aman dapat merebut kursi, jika mereka mampu mengumpulkan 10 ribu suara dalam Pileg mendatang," kata Sujadi yang juga caleg Daerah Pemilihan III yakni Kecamatan Musuk, Cepogo, dan Selo. Menurutnya, saingan berat untuk merebutkan kursi anggota DPRD Boyolali, antara lain partai politik yang sudah lama seperti PDIP dan Golkar, sedangkan caleg, yakni anggota DPRD yang mencalonkan lagi. 

Sementara Parpol lain yang menaikkan target perolehan kursi yakni Partai Amanat Nasional (PAN) yang sebelumnya hanya mendapat lima kursi anggota DPRD Boyolali menjadi delapan kursi pada Pileg 2014 mendatang. Wakil Ketua DPD PAN Boyolali, Mulyanto, partainya pada Pileg 2014 berharap setiap Daerah Pemilihan menambah satu kursi, tetapi targetnya ada tambahan tiga kursi. 

Menurutnya, pihaknya berharap pada Daerah Pemilihan IV yakni Kecamatan Ngemplak, Banyudono, Sambi, dan Sawit, sebelumnya hanya dua kursi, pada Pileg mendatang ada peluang bisa bertambah satu sehingga menjadi tiga kursi. 

Dapil I Boyolali yang terdiri Kecamatan Mojosongo, Ampel, Teras, Kota Boyolali, Daerah Pemilihan II (Karanggede, Juwangi, Kemusu, Wonosegoro), Daerah Pemilihan III ( Andong, Klego, Simo, Nogosari), diharapkan masing-masing tambah satu kursi. "Ada sebanyak 42 caleg dari PAN, dan kita tinggal menunggu penetapan menjadi DCT oleh KPU. Kami optimistis tambahan tiga kursi dapat tercapai pada Pileg mendatang," kata Mulyanto caleg Dapil IV Boyolali.


plasa

Aisyiyah Boyolali Gelar Pelatihan Guru PAUD


Ilustrasi kegiatan anak-anak (JIBI/Harian Jogja/Solopos)

BOYOLALI--Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Aisyiyah Boyolali bekerja sama dengan Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal (Igaba) Boyolali, menggelar Pelatihan Penguatan Konsep Dasar bagi Guru-guru PAUD Aisyiyah se-Kabupaten Boyolali. Tahap pertama kegiatan itu dilaksanakan di Boyolali, Sabtu-Minggu (11-12/1/2014), sedangkan tahap kedua dilangsungkan di Simo, Sabtu-Minggu (25-26/1/2014).
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Aisyiyah Boyolali, Sri Djanatin, mengemukakan dalam penyelenggaraan kegiatan itu pihaknya menggandeng pula Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Daerah (PD) Aisyiyah Boyolali dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Tahap pertama pelatihan diikuti guru-guru PAUD Aisyiyah dari Boyolali, Ampel, Mojosongo, Sambi, Teras, Banyudono, dan Ngemplak. Sedangkan tahap kedua nanti, diikuti guru-guru dari Juwangi, Wonosegoro, Kemusu, Karanggede, Klego, Andong, Simo, dan Nogosari.
“Tujuan kegiatan ini agar guru-guru PAUD Aisyiyah bisa menginternalisasikan pembelajaran dengan nilai-nilai keislaman,” ujarnya ketika ditemui solopos.com di sela-sela acara, Sabtu

Pdip Boyolali Optimistis Target 19 Kursi di 2014


Boyolali, Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Boyolali, S.Paryanto, menyatakan pihaknya optimistis bahwa calon legislatif dari PDIP Boyolali dapat memenuhi yang ditargetkan sebanyak 19 kursi pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 mendatang.


"Kami menargetkan pada Pemilu Legeslatif 2014 setiap daerah pemilihan (Dapil) bertambah satu kursi, sehingga totalnya 19 kursi," kata S.Paryanto yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Boyolali, di Boyolali, Jumat.

Menurut dia pada pemilu legislatif sebelumnya PDIP Boyolali meraih sebanyak 14 kursi dari lima Dapil, sedangkan Pileg mendatang optimistis dapt bertaman lima kursi.

S.Paryanto menjelaskan, dirinya termasuk dari 12 calon legislatif dari PDIP Boyolali yang maju kembali yang kedua kalinya pada Pileg 2014 mendatang, sedangkan dua anggota DPRD tidak mencalonkan lagi.
"Saya mencalonkan lagi pada Pileg 2104 dan ikut Dapil empat yang terdiri dari Kecamatan Ngemplak, Banyudono, Sambi, dan Sawit," katanya.

Menurut dia, caleg PDIP pada Dapil empat Boyolali tersebut ada 10 kursi anggota DPRD yang direbutkan, sedangkan Dapil I sebanyak 11 kursi yang terdiri Kecamatan Mojosongo, Ampel, Teras, Kota Boyolali, Dapil II ada delapan kursi (karanggede, Juwangi, Kemusu, Wonosegoro).
Selain itu, Dapil III ada sebanyak 10 kursi yang vterdiri wilayah Kecamatan Andong, Klego, Simo, Nogosari, sedanghkan Dapil V ada enam kursi (Cepogo, Selo, dan Musuk).

Kendali demkian, pihaknya meminta kepada caleg dari PDIP terus melakukan sosialisasi turun ke bawah di tengah msyarakat untuk memperkenalkan diri sebagai calon DPRD.
"Kami minta sebanyak 45 caleg PDIP turun ke bawah bersilaturomi kepada para tokoh dan masyarakat. Kalau PDIP secara garis partai di Boyolali tetap solid," S Paryanto.
Hal tersebut, lanjut dia, telah dibuktikan hasil perolehan suara pada Pemilihan Gubernur Jateng, yakni wilayah Boyolali mencapai 66,82 persen atau 312.926 suara nomor tiga di bawah Banyumas dan Kota Semarang. 

Bahkan, Selo di Boyolali untuk tingkat kecamatan, jumlah suara yang diperoleh pasangan Ganjar-Heru pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng 2013, mencapai 83,03 persen atau sebanyak 14.555 suara.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Boyolali Agung Supardi, mengatakan, dirinya pada Pileg 2014 mencalonkan yang kedua kalinya masuk wilayah Dapil IV Boyolali.
"Saya sudah mempersiapkan sejak dini dengan banyak turun ke bawah berbaur dengan masyarakat agar lebih dikenal di tengah-tengah warga di daerahnya," katanya.

Menurut dia, dirinya turun ke bawah baik secara garis partai maupun di tengah masyarakat umum untuk mendengar aspirasi masyarakat di daerahnya.
Menyinggung soal target PDIP pada Pileg 2014, Agung Supardi menjelaskan, pihaknya menargetkan setiap Dapil menambah satu kursi, sehingga totalnya dari 14 kursi pada periode sebelumnya menjadi 19 kursi.
"Saya optimistis dari 45 caleg yang sudah masuk memenuhi syarat secara administrasi sebagai daftar calon sementara di KPU Boyolali, dapat merebut 19 kursi atau bisa lebih ," kata Agung Supardi. 


iya