Telah kau kobarkan kepedihan terhadap nasib Baitul Maqdis, Itulah yang membuat gejolak rindumu padanya kian menjadi. Dialah rumah yang jika engkau bebaskan –dan Allah pasti melakukannya- Niscaya tidak ada satupun pintu Syam yang masih terkunci setelah itu”. (Nasihat Imaduddin Khatib kepada Shalahuddin Al-Ayyubi)
Yerusalem dalam cengkraman Pasukan Salib, 1174 Masehi.
Wafatnya Nuruddin Zanki membahakkan Bangsa Frank. Semalam suntuk mereka merayakan kematian sang Sultan yang selama hidupnya menyusahkan gerak mereka menjajah wilayah Arab. Di Yerusalem mereka berpesta, tak lupa mereka undang duta-duta raja Syiah Ubaidiyah Mesir untuk memperingati kemenangan besar mereka.
Sayang, Nuruddin sang Ksatria wafat sebelum mengantar mimbarnya ke mihrab Al-Aqsha nan terberkahi. Setelah wafatnya beliau di Damaskus, wilayah umat Islam terbelah cacah, setiap gubernur mengklaim kekuasaan, dan rentang wilayah Muslimin tercabik-cabik perpecahan. Bangsa Frank tak mau kehilangan kesempatan itu, dengan sigap mereka datangi kota-kota penting untuk merobohkannya.
“Ketika Nuruddin Zanki wafat”, tulis para Sejarawan mengabadikan peristiwa, “Para Musuh leluasa membuat onar. Bangsa Frank bertekad merobohkan kedigdayaan kota Damaskus dan merebutnya dari Umat Islam. Penguasa Muslim di sanapun lengah, sehingga setelah kalah dalam pertempuran, Umat Islam Damaskus mesti membayar pajak tinggi untuk Pasukan Salib. Ketika kabar itu sampai ke Shalahuddin, ia menasehati Umat Islam untuk bersabar sejenak dengan membayar pajak, dan mengabarkan kemenangan akan segera datang”.