Selasa, 14 Mei 2013

Petani di Boyolali akan Ekspor Beras Organik

Beras Organik (ilustrasi)REPUBLIKA.CO.ID,BOYOLALI -- Beras organik produk petani Kabupaten Boyolali go international. Untuk kali pertama, hasil pertanian dari Desa Catur, Kecamatan Sambi dan Desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, dilempar ke pasar Belgia.

Produk beras organik ini dihasilkan petani dalam wadah Aliansi Petani Padi Organik Boyolali (Appoli). Setidaknya ada tiga jenis padi organik yang akan diekspor ke Belgia, yaitu Pandan, Merapi dan Rain Forest Rice. Beras yang dilempar ke negara belahan benua Eropa itu diplastik dalam kemasan lima dan satu kilogram.

Menurut Ketua Appoli, Susatyo, beras organik tersebut rencananya akan diekspor Maret kemarin. Namun, karena terkendala sertifikasi yang prosesnya cenderung lambat, ekspor akhirnya baru bisa dilakukan Mei ini.

Untuk ekspor perdana, pihaknya mengirimkan satu kontainer beras dalam kemasan yang berisi 19 ton. Selain kendala lambatnya sertifikasi, pihaknya juga mengalami kendala permodalan dan mesin penggilingan. ''Kita juga terkendala modal. Kita berharap ada bantuan dari pemerintah, agar produksi kami bisa stabil,'' ungkap Susatyo ditemui saat /louncing/ beras organik di Balai Penyuluhan Pertanian di Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali.

Bupati Boyolali, Seno Samudro, sangat apreasiasi dengan ekspor beras organik ke Belgia. Bupati sendiri berjanji, akan membiayai sertifikasi beras melalui anggaran APBD. Selain itu, juga berpesan agar petani tetap menjaga kwalitas beras yang akan diekspor. Hal ini bertujuan agar pangsa ekspor tetap berjalan dengan baik. republika

Potensi Bencana Alam di Boyolali Sangat Tinggi


Boyolali – Potensi bencana alam di Kabupaten Boyolali cukup tinggi. Berkait dengan hal itu, Pemkab Boyolali menyerahkan draftRaperda Penanggulangan Bencana, Senin (13/5) ke DPRD untuk dilakukan pembahasan.
Keberadaan Raperda ini nantinya akan menjadikan pedoman bagi Pemkab terutama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) dalam mengatasi bencana alam agar lebih baik ke depannya.
dok.timlo.net/nanin“Kita berharap tidak ada masalah, sehingga Raperda yang kita ajukan bisa disetujui,” ungkap Bupati Boyolali, Seno Samudro, ditemui usai penyerahan Raperda di Gedung DPRD Boyolali.
Sejumlah bencana alam yang kerap terjadi di wilayah Boyolali di antaranya ancaman erupsi Gunung Merapi. Saat bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 silam, penanganan bencana menitikberatkan pada komunikasi tim yang baik saja. Di dalam draft Raperda Penanggulangan Bencana tersebut di antaranya mengatur tentang pengungsian, distribusi bantuan dan sebagainya untuk memudahkan penanganan setiap bencana yang terjadi di Boyolali.
Menurut Bupati, meskipun menyampaikan Raperda penanganan bencana namun pihaknya tidak mengalokasikan secara khusus dana untuk bencana. Yang ada, lanjut dia, yakni dana tanggap darurat yang pengunaannya tetap harus diawali dengan pernyataan tanggap darurat oleh bupati.
“Tidak ada anggaran khusus. Jadi anggaran baru bisa keluar bila ada bencana alam,” imbuh Bupati.

Sementara kalangan DPRD menyambut positif Raperda ini. Agung Supardi, Ketua FPDIP mengatakan, Boyolali memiliki banyak potensi bencana alam, di antaranya erupsi Merapi, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin ribut, kebakaran hutan, kebun maupun lahan. Meski demikian pihaknya juga mempertanyakan apakah Raperda ini sudah mengakomodir permasalahan riil yang didasarkan peta bencana serta analisis resikonya.
“Sangat penting untuk diatur penyelenggaraan penanggulangan bencana yang transparan,” imbuh Agung Supardi.timlo

Senin, 06 Mei 2013

Ironis! ABG Inggris Biasa Berkirim Foto Porno

Inggris - Perkembangan teknologi, terutama ponsel, makin sering disalahgunakan oleh kaum muda. Bahkan anak-anak berusia 13 tahun sudah biasa berkirim foto porno ke teman-teman sekelasnya.


Fenomena itu terjadi di Inggris. Menurut penelitian Southampton Rape Crisis yang melibatkan 7.000 remaja, saling bertukar foto porno antar teman sekelas saat ini adalah hal yang biasa bagi sebagian remaja.

Di sebuah kelas, peneliti meminta siswa mengangkat tangan jika pernah mengirim foto mesum diri sendiri. Dan ternyata, semua siswa di kelas itu mengangkat tangannya.

"Aku dikirimi foto dari teman-teman lelakiku yang menunjukkan bagian terlarang. Mereka ingin dikirimi balik," kata seorang remaja yang tak disebut identitasnya.
"Mungkin orang tua terkejut mendengar hal ini, namun saat ini hal seperti itu sudah lumrah terjadi di sekolah-sekolah," tambahnya yang detikINET kutip dariDailyMail, Rabu (1/5/2013).

"Di sekolahku sempat beredar foto gadis bugil dari sekolah lain yang dikirim ke semua orang. Semua orang pun melihatnya," kata seorang gadis yang lain.

Fenomena ini pun membuat cemas pihak yang berwewenang. Otoritas di Inggris pun sedang mempertimbangkan untuk memblokir konten pornografi di internet untuk melindungi kaum muda. detik

Emping Kimpul Boyolali Terkendala Bahan Baku

dok.timlo.net/nanin
Boyolali – Produksi emping berbahan kimpul mengalami kembang kembis karena kesulitan bahan baku. Kondisi cuaca dengan curah hujan tinggi, membuat tanaman kimpul –sejenis umbi-umbian, jarang yang bisa menghasilkan buah. Di sisi lain, produksi emping kimpul ini sudah mulai digemari masyarakat, mengantikan embling melinjo.
Salah satu pemilik UKM (Usaha Kecil Menengah) pembuatan emping kimpul, Agus Sutanto, warga Desa Tempursari, Kecamatan Sambi, mengakui saat ini sangat sulit mencari bahan baku kimpul. Kalaupun ada di pasar-pasar tradisional di Boyolali, jumlahnya sangat sedikit serta kwalitasnya buruk. Tanaman kimpul sendiri baru akan banyak dijual di pasar pada bulan Juli mendatang.
“Bahanya sangat sulit, produksinya tidak bisa setiap hari,kalaupun ada bahan, itupun sangat sedikit, biaya produksinya nanti tidak seimbang dengan pengeluaran,” ungkap Agus yang telah merintis bisnis pembuatan emping kimpul sejak tahun 2009 lalu.

Agus yang menggunakan tenaga ibu-ibu tetangganya untuk mengolah emping kimpul, membutuhkan bahan baku 1-2 ton kimpul perharinya. Sementara saat ini, untuk mendapatkan 50 kilogram kimpul dalam sehari sangat sulit. Akibatnya, produksi emping kimpul tidak bisa dilakukan setiap hari.
Diakui Agus, emping kimpul yang dibuat dengan berbagai rasa, gurih, pedas dan barbeque sangat digemari masyarakat. Rasa yang disajikan tidak kalah dengan emping yang terbuat dari melinjo. Selain itu, emping kimpul tidak mengakibatkan asam urat.
“Aman, tidak mengakibatkan asam urat, tidak seperti emping melinjo,” tandas Agus berkelaka

Pemkab Boyolali Dapat Sorotan Tajam BPK

dok.timlo.net/nanin
Boyolali – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali mendapat sorotan tajam dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berkaitan dengan alokasi penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak sesuai dengan rencana difinitif kebutuhan kelompok.
Assisten 2 Pemkab Boyolali, Djuwaris, mengakui hal itu. BPK sendiri menemukan masih belum sesuainya distribusi pupuk bersubsidi setelah melakukan audit.
Dijelaskan, BPK menemukan serapan pupuk dikalangan petani tidak seimbang dengan kebutuhan pupuk yang diajukan ke pemerintah pusat. Selain itu, alokasi pupuk bersubsidi yang direncanakan tidak terserap, BPK menilai hal itu tidak efisein dan menyebabkan kerugian Negara.

“Alokasi pupuk bersubdisi sudah ada, tapi ternyata tidak terserap dengan baik oleh petani, padahal pengajuan pupuk atas usulan kelompok tani. Banyak petani yang pada akhirnya tidak membeli pupuk yang telah disediakan,” tandas Juwaris, di Boyolali, Sabtu (4/5).
Untuk itu, pihaknya akan melakukan pendekatan kepada petani agar menggunakan pupuk bersubsidi dengan baik, agar nantinya tidak merugikan mereka. Pihaknya khawatir bila kesadaran masyarakat sangat rendah bisa mengancam kuota pupuk bersubsidi. Pihaknya meminta petani benar-benar melakukan penghitungan yang tepat sebelum mengajukan kuota pupuk bersubsidi.
Terkait persoalan pupuk bersubsidi, Juwaris menyatakan jajarannya memperketat pengawasan terhadap pendistribusiannya. Hal itu dilakukan agar tepat sasaran dan tidak terjadi kelangkaan serta dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Namun di samping itu, peredaran pupuk nonsubsidi di pasaran juga menjadi perhatian khusus baginya. Pasalnya di lapangan banyak ditemukan berbagai jenis pupuk nonsubsidi dengan kemasan mirip pupuk bersubsidi. Pihaknya meminta Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida termasuk di dalamnya jajaran camat dan kapolsek, dapat berperan lebih kuat dalam pengawasan tersebut. timlo

2 Kecamatan di Boyolali Rawan Kasus Putus Sekolah


BOYOLALI--Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Boyolali menyebut Kecamatan Ampel dan Kecamatan Juwangi sebagai daerah rawan putus sekolah.
Kondisi itu disebut-sebut dilatarbelakangi permasalahan ekonomi. Hal itu sebagaimana diungkapkan Kepala Disdikpora Boyolali, Sutojoyo. Permasalahan itu disebutnya merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam momen peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh hari ini, Kamis (2/5/2013).
“Daerah rawa putus sekolah ada dua kecamatan, yakni Juwangi dan Ampel di bagian agak naik,” kata Sutojoyo saat dihubungi Solopos.com, Rabu (1/5/2013).

Dia belum menyebut berapa angka putus sekolah di daerah tersebut. Namun dari beberapa kajian, Sutojoyo memastikan kondisi itu disebabkan faktor ekonomi warga.
“Kami pantau kasus itu dari berapa banyak yang ikut kejar paket. Tak banyak, sebagaimana kejar paket C ada 18 orang yang lima di antarnya tak masuk hadir saat ujian nasional tanpa keterangan. Yang tak terjaring [kejar paket]? Tetap kami upayakan, tapi berapa ya kami tak hafal,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik Boyolali, Sri Ariyanto menjelaskan tak banyak terjadi perubahan data mengenai tingkat pendidikan warga Boyolali. Seperti yang disampaikannya kepada Espos, akhir 2012 lalu, 30 persen warga Boyolali merupakan lulusan SD.
“Masih sama, 30 persen,” ujarnya lewat pesan singkat yang diterima Solopos.com, Rabu.
Dari sejumlah temuan Solopos.com, terdapat sejumlah lulusan SD yang tak melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya lantaran terkendala biaya. Hal itu sebagaimana ditemui di Repaking, Kecamatan Wonosegoro. Ironisnya, sejumlah anak di sana harus bekerja membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan pokok, makan.
“Tak ada biaya. Saya lulus SD, adik saya masih SD. Tapi saya tak melanjutkan sekolah, tak ada biaya,” ungkap salah satu anak dari Desa Repaking, Dewi Andriyani kepada Solopos.com.
Dia dan dua adik perempuannya bekerja mencari lidi untuk dijual ibunya di pasar dalam bentuk sapu. Selain itu, mereka menyempatkan waktu meminta uang kepada pelintas jalan dengan alasan sebagai tambahan biaya untuk mencukupi kebutuhan membeli beras.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Boyolali, Bramastia menilai pemerintah kurang turun ke lapangan untuk menemukan kasus semacam itu. “Ini menjadi bukti, pemerintah kurang melihat kondisi riil. Secara normatif, Pemda Boyolali wajib mencari solusi dan masalah daerah rawan putus sekolah mestinya menjadi program prioritas,” tukasnya. solopos

Diplomasi Sapi


REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Nasihin Masha
Nasihin Masha“Mau tidak mau ya harus kerja sama,” suara SBY demikian tegas. Australia sudah ketinggalan langkah dari Indonesia. Selama ini, negeri itu menikmati dagang sapi ke Indonesia. SBY mencatat, sekitar 43 persen ekspor sapi mereka ke Indonesia. Jumlah yang sangat besar. Namun, majalah The Economist mencatat bahwa ekspor sapi mereka ke Indonesia mencapai 80 persen. Hampir dua kali lipat dari angka yang dikemukakan SBY. Nilainya sekitar 318 juta dolar AS. 


Kendati hubungan Indonesia-Australia naik turun, namun bisnis Australia di Indonesia aman-aman saja. Sapi hanya salah satunya. Lainnya mereka berdagang susu, sayuran, buahbuahan, dan sebagainya. Padahal, mereka sangat intimidatif. Misalnya, dalam buku putihnya, mereka menyebut adanya bahaya dari utara. Tentu maksudnya Indonesia. Polah Australia dalam menyelesaikan Timor Timur juga membuat Indonesia dipermalukan. Media-media Australia juga sangat stereo tip terhadap Indonesia. 


Namun, ekspor sapi mereka ke Indonesia lancar-lancar saja. Dari 2005 ke 2009, ekspor sapi mereka ke Indonesia naik enam kali lipat. Pada 2009, Indonesia mengimpor 773 ribu ekor sapi. Secara total, Indonesia membutuhkan sekitar 1,5 juta ekor sapi per tahun. Ketergantungan yang tinggi terhadap Australia ini menyadarkan Indonesia harus berbenah. Kedaulatan dan kemandirian pangan merupakan hal mutlak. Karena itu, sejak 2009, Indonesia mencanangkan swasembada sapi. 

Impor daging beku dikurangi. Demikian pula impor sapi hidup. Indonesia mulai menerapkan kuota impor. Akibatnya, pada 2010, ekspor sapi Australia ke Indonesia turun 30 persen. Jika rencana Indonesia berjalan mulus maka peternak sapi Australia akan hancur. “Mereka sangat marah,” seperti ditulis The Economist. Namun, Indonesia jalan terus. Pada 2011, menteri pertanian Indonesia mematok kuota impor sapi 500 ribu ekor saja. Australia makin menjerit. Media media Australia bahkan membuat liputan khusus tentang praktik penyembelihan sapi di Indonesia yang mereka sebut tak “ welfare animal”. 

Seperti biasa: intimidatif. Mereka menuntut penghentian ekspor sapi hidup. Tentu maksudnya agar kita impor daging beku. Nilai tambahnya bisa meningkat. Mulai Juni 2011, mereka sempat menghentikan ekspor sapi utuh. Indonesia mengabaikan tekanan dan penghentian sementara itu. Mereka lupa bahwa konsumsi daging sapi di Indonesia masih tergolong rendah. Masih tujuh kilogram per kapita per tahun. Jauh dibandingkan dengan negara-negara maju yang sudah mencapai 20 kg per kapita per tahun. Tanpa makan daging sapi pun tak soal. Indonesia tetap jalan terus dengan program swasembada sapi. 

Tekanan itu bisa dilalui dengan mulus. Akhirnya, mereka membuka lagi keran ekspor sapi hidupnya. Tapi, Indonesia sudah makin bergerak maju. Tahun ini, Indonesia menggelontorkan Rp 450 miliar untuk kemandirian sapi. Namun, SBY tetap berbaik hati. Sekitar satu tahun setelah tindakan Australia menghentikan ekspor sapi hidupnya, SBY datang ke Darwin bertemu Julia Gillard, perdana menteri Australia, awal Juli ini. Ia menawarkan jalan keluar: peternak Australia membuka peternakan di Indonesia. 

SBY mengingatkan bahwa konsumsi daging sapi Indonesia perkapita akan terus meningkat. Ini seiring naiknya kesejahteraan dan bertambahnya kelas menengah. Tapi, belum ada jawaban konkret. Itulah mengapa SBY menyatakan harus mau bekerja sama. Jika tidak mau, mereka makin ketinggalan langkah. Apalagi, peternak Brasil justru telah menyatakan minatnya, bahkan sudah berkomitmen. Karena, sebelum ke Australia, SBY sudah lebih dulu ke Brasil. Negeri sepakbola itu juga dikenal sebagai penghasil sapi. 

Setelah dari Darwin, SBY langsung ke Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dia meninjau langsung peternakan sapi di wilayah sabana tersebut. Ia bahkan meminta difoto khusus dengan latar belakang ribuan sapi. Program pengembangan peternakan sapi berjalan mulus. Menteri Pertanian Suswono menyampaikan bahwa populasi sapi saat ini sudah mencapai 800 ribu. Masih jauh dibandingkan jumlah sapi di Australia yang mencapai 23,3 juta ekor sapi potong.

Kendati ada kemajuan, Indonesia masih jauh dari mandiri. Apalagi, jika tingkat konsumsinya meningkat. Yang paling penting adalah pengembangan riset, kedokteran hewan, dan pembibitan. Hal ini justru yang menjadi tulang punggung ketahanan industri sapi. Ini yang harus segera mendapat porsi besar. ROL

Pertemuan itu, Mengubah Pandangan RA Kartini Tentang Islam


RA Kartinidakwatuna.com - Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;

Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?
Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.
Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.

Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?
RA Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon.
Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.
Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.
Namun, Kartini tidak menceritakan pertemuannya dengan Kyai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang — lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sholeh Darat. Adalah Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat, yang menuliskan kisah ini.
Takdir, menurut Ny Fadihila Sholeh, mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholel Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.
Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah.
Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.
“Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali subhanallah. Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikut, karena Kyai Sholeh meninggal dunia.
Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah. Perhatikan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon.
Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban.
Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.
Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.
Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis; “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah. (ts/hr/rol) Dakwatuna