Jumat, 22 April 2016

Opini : oleh DR. Adian Husaini "Mitos Kartini dan Rekayasa Sejarah"

Ada yang menarik pada Jurnal Islamia (INSISTS -Republika) edisi 9 April 2009 lalu. Dari empat halaman jurnal berbentuk koran yang membahas tema utama tentang Kesetaraan Gender, ada tulisan sejarawan Persis Tiar Anwar Bahtiar tentang Kartini. Judulnya: “Mengapa Harus Kartini?”

Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?


Menyongsong tanggal 21 April 2009 kali ini, sangatlah relevan untuk membaca dan merenungkan artikel yang ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar tersebut. Tentu saja, pertanyaan bernada gugatan seperti itu bukan pertama kali dilontarkan sejarawan.


Pada tahun 1970-an, di saat kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik ‘pengkultusan’ R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W. Bahtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini.

“Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut,” tulis Harsja W. Bachtiar, yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.

Harsja juga menggugat dengan halus, mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan.

Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut.

Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu.

Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh.

VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle.

Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia.

Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.

Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme.

Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess.

Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer.

Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Karena itulah, simpul guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”

Harsja mengimbau agar informasi tentang wanita-wanita Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan suri tauladan banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”

Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan).

Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung.

Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata.

Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan.

Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda.

Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini?

Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.

Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon.

Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.

Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ((Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini:

“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”

Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:

”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!… Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Lihat, buku Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, (penerjemah: Sulastin Sutrisno), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000), hal. 234-235).

Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’.

Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah.

Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ”Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ”Syaikhul Islam Jawa”.

Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116).

Snouck Hurgronje (lahir: 1857) adalah adviseur pada Kantoor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi.

Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam.

Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka.
Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43).

Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia: “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.” (hal. 24).

Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel.

Biasanya, berawal dari perasaan ‘minder’ sebagai Muslim dan silau dengan peradaban Barat, banyak ‘anak didik Snouck’ – langsung atau pun tidak – yang sibuk menyeret Islam ke bawah orbit peradaban Barat. Tentu, sangat ironis, jika ada yang tidak sadar, bahwa yang mereka lakukan adalah merusak Islam, dan pada saat yang sama tetap merasa telah berbuat kebaikan.

ISC : PSIS Semarang Ogah Remehkan Tim Grup 4

PSIS Semarang tidak mengganggap mudah setiap lawan yang ad pada grup 4 kompetisi ISC seri B 2016. Persaingan grup ini dinilai juga tak kalah ketat dengan grup lain.
Selain Persijap Jepara, tim lain di grup 4 yang terbilang bakal bisa merepotkan PSIS diantaranya Persibat Batang, PSIS Jogjakarta, dan PPSM Sakti Magelang.
CEO PT Mahesa Jenar, Yoyok Sukawi mengatakan tim-tim yang bakal tampil di Grup 4 tersebut semuanya memiliki kekuatan yang setara.
Ia mencontohkan Persijap Jepara sekarang ini berbeda dengan Persijap saat tampil pada Piala Polda Jateng beberapa waktu lalu.
“Persijap sekarang ini sudah mulai bangkit apalagi Pak Basalamah juga kembali menangani tim tersebut,” katanya.

Begitu juga Persibat Batang, meskipun merupakan tim yang baru di Divisi Utama juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena sekarang ini perhatian pemerintah daerah setempat terhadap Persibat juga besar apalagi materi pemain mereka dihuni oleh pemain-pemain lama.
“Semuanya tim yang berbahaya dan tentu sudah mempersiapkan diri sama dengan kita. Jadi saya kira tim-tim yang berlaga di Grup 4 ini memiliki kekuatan yang merata,” terangnya.
Pada Turnamen Sepak Bola ISC B yang dijadwalkan mulai digulirkan pada 30 April 2016, tim PSIS Semarang masuk Grup 4 bersama dengan Persijap Jepara, Persibat Batang, PSIR Rembang, Persipur Purwodadi, PSIM Yogyakarta, dan PPSM Sakti Magelang
jowonews

PKK Kecamatan Apel Adakan Lomba Sambut Hari Kartini

Dalam rangka HUT KARTINI ke 137 Th. 2016, pada hari ini TP PKK Kecamatan Ampel mengadakan lomba keluwesan memakai HIJAB yang diikuti TP PKK Desa se Kecamatan Ampel. Hasil lomba tersebut adalah sebagai berikut : 


  • Juara I : PKK Desa Ngargosari, 
  • Juara II : PKK Desa Sidomulyo, 
  • Juara III : PKK Desa Kembang, 
  • Juara Harapan I : PKK Desa Candisari, 
  • Juara Harapan II : PKK Desa Banyuanyar dan 
  • Juara Harapan III : PKK Desa Selodoko. 

Selain itu juga akan diselenggarakan upacara memperingati HUT Kartini pada hari Kamis tgl 21 April 2016, sebagai doorprize pada saat upacara akan dilakukan lomba spontanitas keluwesan oleh Tim Penilai dari TP PKK Kecamatan Ampel. 

Salah satu wujud partisipasi memeriahkan HUT Kartini tidak hanya dilaksanakan di tingkat Kecamatan, pada hari Senin tgl 18 April 2016, Pemerintah Desa Selodoko bersama TP PKK Desanya mengadakan lomba Rumah Sehat yang diikuti oleh perwakilan peserta dari RT se Desa Selodoko. Setelah dilakukan penilaian oleh Tim PKK Kecamatan, yang keluar sebagai juara adalah RT. 01 RW. 02 Dk. Selodoko. 

Perlu diketahui bahwa Desa Selodoko masuk nominasi 6 (besar) Lomba Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Desa se Kabupaten Boyolali Tahun 2016. 
Dukungan dan doa masyarakat Kecamatan Ampel pada umumnya dan Desa Selodoko pada khususnya sangat diharapkan untuk mewujudkan impian sebagai Juara I Lomba Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Boyolali Tahun 2016. Yang nantinya bisa mewakili Lomba di Tk. Provinsi Jawa Tengah.

Pemkab Boyolali


Kamis, 21 April 2016

Wisata : Jumbleng Biru di Desa Mudal, Boyolali

Untuk menjangkau Jumbleng Biru yang berlokasi di Dukuh Kemuning, Desa Mudal, Kecamatan Boyolali Kota, memang tak begitu mudah. Pengunjung harus menggunakan kendaraan pribadi karena tidak ada angkutan umum yang sampai ke Dukuh Kemuning. Kemudian, dari pintu masuk Jumbleng Biru, pengunjung masih harus melewati jalan setapak dengan jarak hampir 400 meter.


Jalan itu cukup terjal karena objek wisata baru Jumbleng Biru berada di bawah tebing berkedalaman sekitar 15 meter.
Dua bulan lalu, kalangan pemuda Dukuh Kemuning yang gemar mbolang atau mencari ikan di sungai menemukan air terjun hanya dengan ketinggian sekitar 2 meter. Air terjun itu mengalir di antara Sungai Pusung yang ada di perbatasan Desa Mudal dan Desa Kiringan. Air terjun mengalir cukup deras dan air masih sangat bersih. Dalam kondisi tenang, air berwarna jernih kebiruan. “Oleh karena itu kami menamainya dengan Jumbleng Biru,” kata warga Dukuh Kemuning RT 004/RW 001, Desa Mudal, Faizal Faradoni, 21.

Di bawah air terjun membentuk semacam kolam seluas kurang lebih 50 meter persegi. Kedalamannya sekitar 5 meter tepat di titik jatuhnya air terjun dan mendangkal di bagian tepi sekitar 2 meter.
Pemuda Dukuh Mudal kemudian beriniatif untuk membersihkan sungai dan membuang rumput liar di sepanjang sungai dan sekitar air terjun. Selain membersihkan rumput, mereka juga membuat tangga menuruni tebing serta jembatan dari bambu untuk menjangkau ke lokasi air terjun. Mereka membuat gapura di pintu masuk Jumbleng Biru dan membuat beberapa papan peringatan seperti “Jangan lupa uluk salam”, “Dilarang membunuh binatang di sekitar Jumbleng Biru”, dan “Dilarang membuang sampah sembarangan”. Mereka juga membangun ruang ganti sederhana berbahan gedhek.
Saat ini, Jumbleng Biru menjadi objek wisata baru meski belum dikelola secara modern. Pengunjung bebas berenang di kolam kecil dan menikmati suasana alam yang masih sangat alami. Dengan persetujuan Pemerintah Desa (Pemdes) Mudal, mereka memberlakukan uang masuk lokasi Jumbleng Biru senilai Rp1.000 untuk anak-anak dan Rp2.000 untuk pengunjung dewasa.
“Pengunjung dari luar kota sudah sangat banyak, dari Klaten, Jogja, Sragen, Semarang, Salatiga, dan Solo. Untuk saat ini lebih banyak dikunjungi anak-anak dan remaja. Sehari rata-rata 300 orang.”
Salah seorang pengunjung asal Kragilan, Mojosongo, Satria, 16, mengaku tahu objek wisata baru itu dari teman-temannya. “Saya penasaran dan ingin melihat seperti apa sih air terjun Jumbleng Biru. Ternyata memang menyenangkan karena masih sangat alami,” kata Satria.

Seputar Boyolali : Seribu Rumah di Boyolali Bakal Direhab

Kabar baik bagi pemilik rumah tidak layak huni (RTLH). Pemerintah kabupaten Boyolali tahun ini menggelontorkan anggaran Rp 7 miliar untuk merehab 1000 rumah tidak layak huni. Nantinya masing-masing warga akan menerima Rp 7 juta untuk rehab rumah.


Menurut Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasarana Desa, Sumber Daya Alam, dan Teknologi Tepat Guna Bapermas Kabupaten Boyolali Ari Yuwono, rehabilitasi RTLH direalisasi 2016 ini. "Kegiatan sudah dipersiapkan," katanya, akhir pekan kemarin.

Jumlah RTLH yang direhabilitasi tahun ini mengalami peningkatan dibanding tahun lalu. Tahun sebelumnya, jumlah RTLH yang ditangani hanya 714 unit dengan alokasi anggaran Rp 5 miliar. Sedang untuk kriteria penerima, diantaranya rumah masih berlantai tanah, sanitasi masih menyatu dengan kandang hewan,dinding bambu dan tanpa ventilasi.

"Semua sudah dipersiapkan. Kita tinggal menunggu persetujuan bupati saja. Setelah disetujui, langsung kita lakukan verifikasi dan tinjauan lapangan," katanya.

Program bantuan rehabilitasi RTLH di Kabupaten Boyolali sudah dilakukan sejak tahun 2010 silam. Sampai saat ini, Pemkab Boyolali sudah memberikan bantuan sebanyak 9.450 rumah.

republika

Opini : Wajah Baru PKS?


Pasca terpilihnya Salim Segaf Al Jufri sebagai ketua Majelis Syura PKS medio 2015 lalu, dinamika internal partai ini menjadi semakin menarik diikuti. Sejak terpilih menjadi pimpinan tertinggi, Salim terlihat ingin kembali menegaskan komitmen partainya untuk memperkuat jati diri sebagai partai dakwah yang bersih, peduli, dan profesional.


Publik pun seolah-olah disuguhkan warna yang baru dari era kepemimpinan Salim. Ketimbang memicu pertikaian internal dengan elemen-elemen partai yang mungkin belum bisa "move on", Salim dan tim memilih melukis dan mewarnai kanvas PKS dengan coraknya sendiri. Ini strategi yang jitu karena partai politik sejatinya selalu menjadi arena pertarungan simbolis antarpihak yang mencoba menyodorkan tafsir atas ideologi partai.

Setiap pihak ingin agar tafsirnya menjadi rujukan. Setiap tafsir mengundang pendukung dan penentang. Oleh karena itu, perubahan warna dari masa ke masa adalah niscaya. Dalam situasi ini, bermain tenang sesuai dengan konstitusi partai adalah pilihan yang paling masuk akal.

Sebagai nakhoda baru, Salim berpandangan bahwa PKS membutuhkan etalase yang selaras dengan brand image partai yang ingin dibangunnya. Bisa dipahami jika pilihan jatuh kepada Mohamad Sohibul Iman untuk memimpin eksekutif partai sebagai presiden PKS. Sosok ilmuwan yang menamatkan sarjana hingga doktor di bidang kebijakan teknologi di Jepang ini awalnya dikenal sebagai akademisi yang tekun berkarier di BPPT pada era BJ Habibie, sebelum menjadi politisi PKS dan menjabat wakil ketua DPR periode yang lalu.

Sohibul Iman adalah sosok yang tampil santun dan sederhana, tapi memiliki gagasan yang berbobot. Gaya komunikasinya yang tenang, runtut, dan tidak meledak-ledak mengingatkan publik kepada pendahulunya di Universitas Paramadina, Nurcholis Madjid. Perjalanan panjang kariernya yang bervariasi, termasuk sebagai mantan rektor Universitas Paramadina, menandakan Sohibul Iman sangat terbiasa bergaul dan menjalin komunikasi lintas partai, kelompok, dan golongan. Kalangan yang dekat dengannya menyebut Sohibul Iman sebagai sosok yang pluralis-berkarakter, mampu bercampur, tapi tetap berbeda.

Dalam situasi yang digambarkan di atas, penanganan kasus Fahri Hamzah bisa dimaknai sebagai upaya untuk menyelaraskan anggota pasukan dengan visi dan misi panglimanya. Hal ini terlihat dari penjelasan resmi DPP PKS atas kronologis munculnya keputusan tersebut.

Baru terungkap, ternyata prosesnya sudah berlangsung sejak tujuh bulan lalu. Inti masalahnya sangat sederhana dan mendasar: Fahri dinilai gagal menyesuaikan diri dengan arah dan kebijakan pimpinan baru.

Dalam beberapa kasus, Fahri terlihat lebih merepresentasikan kepentingan eksternal dibandingkan partainya. Sebagai contoh, Fahri secara terbuka melakukan pembelaan kepada koleganya, Setya Novanto, dalam kasus saham Freeport di saat pimpinan PKS memiliki keputusan yang berbeda. Demikian pula sikap Fahri yang konsisten ingin melemahkan KPK, padahal pimpinan PKS ingin terus memperkuat peran dan fungsi lembaga antirasywah ini.

Tampaknya inilah yang mendorong Ketua Majelis Syura PKS meminta Fahri mundur dari posisinya sebagai wakil ketua DPR, dan mengarahkannya untuk mau dipindahkan ke alat kelengkapan dewan lainnya. Namun, Fahri yang semula menyatakan kesediaannya kemudian berbalik menolak, bahkan melawan keputusan pimpinan secara terang-terangan. Sehingga, prosesnya berujung pada pemberhentian Fahri dari seluruh jenjang keanggotaan partai.

Fahri memang sosok yang fenomenal sekaligus kontroversial. Mungkin publik belum lupa, beberapa tahun yang lalu, Fahri mengemukakan ide untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto. Sisi kontroversial Fahri diperkuat dengan diksinya yang kerap tajam dan menyengat, seperti menyebut Presiden Jokowi "sinting" atau koleganya para anggota dewan "beloon".

Sebagai ikon PKS, tentunya sikap Fahri ini berdampak kepada citra partai di benak publik. Tidak heran jika kesan keras, kontroversial, dan eksklusif lekat dengan wajah lama PKS.

Dalam konteks itulah, Fahri dinilai tidak bisa menjadi representasi wajah baru PKS yang lebih santun, moderat, serta mampu membangun titik temu dan kebersamaan dengan berbagai kalangan. Gaya Fahri yang meledak-ledak, teatrikal, dan kerap memicu konflik, dirasa tidak koheren dengan corak lukisan baru yang ingin dituangkan duet Salim dan Sohibul Iman di atas kanvas PKS hari ini.

Membiarkan Fahri dengan berbagai manuver khasnya seolah membenarkan tesis sejumlah pakar bahwa partai politik rentan terjangkiti problem keagenan yang akut, di mana elite partai kerap tidak merepresentasikan ideologi yang dianut partainya, tetapi menjadi pelayan dari kepentingan lain di luar partai.

Pimpinan PKS dihadapkan pada dua pilihan: Fahri mengubah warnanya atau dicarikan pengganti dengan corak yang lebih pas. Dari kronologi yang berujung pada pemberhentian Fahri, terlihat bahwa pimpinan PKS mengambil opsi yang pertama.

Dalam rentang waktu tujuh bulan, diupayakan proses dialog, komunikasi, mediasi, hingga pemberian kesempatan kepada Fahri untuk membela diri di hadapan mahkamah partai. Namun, kompromi politik antara pimpinan PKS dan Fahri gagal dicapai. Ruang kompromi yang ditawarkan pimpinan partai sepertinya tidak mampu melunakkan sikap "singa" parlemen tersebut.

Pimpinan PKS akhirnya sampai pada keputusan untuk mencari sosok yang lebih tepat merepresentasikan wajah baru PKS sebagai partai dakwah yang cerdas, inklusif, dan mengayomi. Pilihan akhirnya jatuh kepada Ledia Hanifa, satu-satunya perempuan di jajaran anggota legislatif PKS periode ini. Ia dikenal sebagai perempuan PKS yang cerdas dan luwes dalam bergaul sehingga diterima oleh kalangan yang luas, di dalam maupun di luar partai.

Rekam jejaknya cukup konsisten dalam mengangkat soal-soal perlindungan kaum perempuan, ibu dan anak, di samping isu-isu keumatan yang krusial, seperti pengelolaan penyelenggaraan haji dan umrah serta produk halal. Menyodorkan Ledia sebagai wakil ketua Dewan adalah satu lagi keputusan pimpinan baru PKS yang unpredictable, tapi brilian.

Banyak kalangan yang tak pernah menduga PKS akan memberikan ruang dan panggung politik yang luas bagi kader perempuannya. Secara politis, keputusan ini akan mengubah positioning dan brand PKS yang semula dikesankan konservatif-patriarkis menjadi lebih apresiatif terhadap peran politik perempuan.

Dengan wajah barunya ini, PKS sedang memberikan tawaran yang cukup menggairahkan bagi perpolitikan Indonesia. Namun, publik tentunya masih butuh pembuktian. Bagi pimpinan baru PKS, ujian selanjutnya adalah soal konsistensi kebijakan.

Publik perlu diyakinkan bahwa berkhidmat kepada rakyat sebagai partai dakwah yang bersih, peduli, dan profesional adalah komitmen yang diamalkan dengan penuh antusiasme dari waktu ke waktu. Hal itu bukan sekadar jualan politik sesaat, apalagi hanya sebagai political gimmick. Publik merindukan PKS tampil sebagai partai yang bersahaja, tapi berlimpah dengan karya. 

Arief Munandar
Doktor Sosiologi Politik dan Organisasi Universitas Indonesia (republika)

Opini Kita : Ekonomi Islam Harga Mati


“Selama sistem yang sama masih digunakan, problem yang sekarang menghantui peradaban manusia tak akan pernah bisa diselesaikan”

Ekonomi Islam merupakan turunan dari Islam, bukan turunan dari kegiatan ekonomi. Maka seluruh kompenen dan sistem ekonomi Islam harus berdasar pada landasan Islam yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islam sendiri adalah agama yang menyeluruh (Rahmatan-lilalamin) jadi sudah sepantasnya setiap sendi-sendi kehidupan harus sesuai dengan aturan Islam. Berpolitik secara Islam, belajar secara Islam, bertingkah laku secara Islam, berhukum secara Islam, berfikir secara Islam, bekerja secara Islam dan berekonomi pun harus secara Islam, intinya keseluruhan hidup kita harus secara Islam. Ya, karena Islam adalah sebuah identitas bukan hanya gelar atau nama untuk ritual belaka. Chandra Natadipurba dalam bukunya yang berjudul “Ekonomi Islam 101” mengatakan, jika seorang muslim yang pemikirannya komunis, bisnisnya kapitalis, jiwanya narsisis, politiknya oportunis dan tujuannya materialis bukanlah muslim sama sekali, sebab ia adalah pribadi yang terbelah (Split Personality).
Dalam kehidupan manusia, ekonomi adalah salah satu pilar utama dari kehidupan itu sendiri. Ekonomi yang kokoh menandakan kejayaan dan kekuatan suatu negara, sedangkan ekonomi yang lemah memperlihatkan ketidak-berdayaan suatu negara. Bisa kita lihat Uni Soviet dengan paham komunisnya yang hancur dan menjadi kenangan sisa-sisa sejarah. Sistem ekonomi komunisme Uni Soviet yang gagal mempertahankan kedaulatannya dikarenakan kegagalan sistem ekonomi yang terjadi akibat kelonggaran kekuasaan para pejabat Uni Soviet yang mengakibatkan tebuka lebarnya kesempatan untuk korupsi.


Lantas, sistem ekonomi mana yang pantas diterapkan setelah tadi melihat kegagalan ekonomi komunis Uni Soviet? Benarkah ekonomi kapitalis yang sekarang ini menjadi acuan di banyak negara adalah yang pilihan yang tepat? Memang, buah dari peradaban kapitalisme banyak melahirkan perubahan-perubahan besar, seperti pesatnya teknologi dan berbagai turunanya, peningkatan standar kehidupan, perkembangan budaya dan gaya hidup serta seni yang jauh melesat dari abad-abad sebelumnya. Namun, siapakah yang merasakan itu semua? Siapa yang merasakan dan menikmati kekayaan alam? Siapa yang merasakan dan menikmati serta menguasai dunia? Apakah hanya segelintir orang di Eropa dan Amerika Utara saja? Apakah keadilan ekonomi dirasakan oleh semua kalangan?

Saat ketidakadilan dirasakan, saat manusia-manusia menjadi individualis, saat uang adalah segala-galanya, saat kejahatan menjadi hal yang biasa, prostitusi menjadi hal yang wajar, kematiaan akibat kelaparan terjadi di belahan dunia dari hulu hingga ke hilir-pun sudah menjadi berita sehari-hari, pendidikan terbengkalai dan hanya segelintir orang saja yang merasakan kekayaan, disitulah keberhasilan ekonomi kapitalis yang sebenarnya. Dimana keserakahan dan memperkaya diri menjadi prinsip dan tujuan utama. Joseph A Schumpeter seorang ekonom mengatakan setiap kemajuan yang dicapai oleh sistem ekonomi kapitalis tak berarti selain dari kerusuhan dan hura-hura (turmoil).

Istilah Time is Money semakin melegenda dan mendarah daging disetiap tubuh-tubuh manusia kala ini, bak orang yang berdiri kesurupan serta gila. Padahal dalam Islam 14 abad yang lalu dengan tegasnya Allah telah memperingatkan manusia akan haram dan bahaya riba, dalam Firman-Nya : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. 

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi milikinya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”. (QS.Al-Baqarah:275) manusia yang sudah kerasukan setan jiwanya menjadi tidak stabil karena terkendalikan. Mudah terhuyung, terpengaruh dan tidak bisa berfikir jernih karena tidak bisa mengontrol diri.

Dalam bukunya “Satanice Finance” DR. Ahmad Riawan Amin mengatakan, ekonomi kapitalis yang dimotori riba sebagai dasarnya hanya tinggal menunggu waktu kapan meledak dikarenakan pertumbuhan semu yang tercipta dari ekonomi tersebut. Uncertainty menjadi bagian yang pasti, bunga (interest) adalah semacam charge yang wajar hingga semua manusia lupa bahkan merasa nyaman akan penjajahan dan perampokan yang sedang dilakukan para setan. Bunga sendiri tidak berdiri dengan sendirinya, melainkan ia adalah salah satu instrumen dari sistem moneter dimana transaksi manusia yang biasanya dilakukan dengan logam berharga, lalu diganti dengan secarik kertas yang tiada harganya. Inilah awal revolusi yang pada akhirnya menjanjikan kejayaan dan kemenangan para setan, hingga lahirlah bunga yang sudah jelas dilarang oleh semua agama samawi.

Bagaimana, apakah ekonomi kapitalis yang menjadi kiblat perekonomian dunia saat ini memberikan keadilan? Saya berikan analogi yang lagi-lagi saya kutip dari DR. Ahmad Riawan Amin karena memang analogi sederhana yang membuat saya menjadi faham dan terbuka akan busuknya ekonomi kapitalis. Dalam bukunya, diceritakan ada 2 pulau yang kehidupannya makmur, damai, dan senang tolong menolong, sumber daya alam mereka luas dan indah. 

Bedanya pulau A sebut saja pulau Aya lebih maju dan modern, mereka juga dianugerahi tambang emas sehingga hampir semua anggota suku memiliki emas dan menyimpannya sebagai simbol harta kekayaan, selain itu emas juga berfungsi sebagai alat transaksi di Pulau Aya karena diarasa jual-beli menjadi sederhana dan simpel.  Sedangkan Pulau B sebut saja Pulau Baya mereka cenderung lebih sederhana dibandingkan Pulau Aya dan alat jenis transaksi mereka masih menggunakan sistem barter, tapi sekali lagi itu semua tidak menjadi masalah bagi mereka karena kehidupan yang cukup dan tentram.

Hingga suatu hari datanglah 2 orang asing berbenampilan perlente ke Pulau Aya. Mereka bercerita telah melanglang buana dari pulau satu ke pulau lainnya dengan memperlihatkan koin-koin emas asing sebagai bukti yang mereka kumpulkan dari berbagai tempat perlawatan. Namun, ada satu hal yang paling menarik dan baru dilihat oleh orang-orang pulau Aya, kedua orang asing itu menyebutnya sebagai uang. 

Mereka mengatakan bahwa uang jauh lebih efisien ketimbang emas yang sehari-hari mereka pakai. Itulah kenapa uang kertas itu sudah dipakai di negara-negara yang jauh lebih maju dibandingkan dengan tempat tinggal mereka. Mendengar kisah itu akhirnya penduduk Pulau Aya merasa tertarik dan bersedia untuk memakai uang sebagai alat transaksinya. Bermodal dengan mesin pencetak uang dan kata-kata manisnya kedua orang asing itu memulai sejarah perampokan dan penghancuran mental besar-besaran, lalu setan pun tertawa senang.

Berdirilah Bank untuk menyimpan deposit koin emas penduduk yang menganggur (idle). Lalu uang deposan ini-sebagai taktik- bisa dipinjamkan kepada penduduk pulau yang memerlukan. Dengan demikian terlihat kesan bahwa sumber daya yang ada menjadi optimal karena dialokasikan untuk kegiatan ekonomi produktif. Kemudian dibukalah Bank secara resmi, hampir semua penduduk pulau menyimpan koin emas di Bank. 

Sejumlah 100.000 lembar uang kertas diserahkan –dan Bank yang dimotori oleh 2 orang asing itu menerima 100.000 koin emas-. Tak terasa penduduk pulau merasa menikmati uang kertas, hingga akhirnya uang kertas menjadi mata uang dominan. Kenapa mereka begitu? Karena selain lebih memudahkan transaksi, mereka juga dengan mudah menukarkan uang kertas mereka dengan koin emas yang mereka simpan di Bank jika mereka memerlukan, yang akhirnya penduduk pulau tidak khawatir dengan uang kertas miliknya.

Hingga pada suatu hari 2 orang asing itu mencetak uang kertas lebih banyak hingga 900.000. dalam kalkulasinya jumlah keseluruhan uang yang beredar menjadi 1.000.000, yang padahal emas yang dikumpulkan hanya 100.000. Benar, mereka menciptakan uang dari kekosongan (Creating money from nothing). Mereka pinjamkan uang 900.000 itu kepada penduduk yang membutuhkan dengan tambahan kutipan 15%, sehingga jika ada penduduk yang meminjam uang 1000 lembar di akhir tahun mereka harus membayar sebesar 1150 uang kertas, dimana 150 nya adalah charge dari layanan yang diberikan. Setelah waktu bergulir penduduk pulau merasakan harga-harga kebutuhan barang dan jasa menjadi naik, mereka tidak tahu penyebabnya dan akhirnya mereka meminjam uang dari Bank hingga kebanyakan dari mereka gagal bayar. 

Perlu diketahui, penduduk pulau bukan orang yang pemalas apalagi pengangguran, tapi meskipun mereka telah bekerja keras, mereka masih tidak bisa melunasi utang berikut bunganya. Kenapa? Lihatlah, uang yang dipinjamkan 900.000 bila ditambah bunga 15%, berarti senilai 135.000 atau jumlah total mencapai 1.135.000. Padahal, jumlah uang yang beredar hanya 1.000.000 (100.000 diberikan sebagai ganti 100.000 koin emas, ditambah uang baru cetak).

Dari sinilah watak bisnis yang awalnya kekeluargaan menjadi individual kompetitif, kehidupan yang harmonis dan suka tolong menolong perlahan luntur. Masing-masing penduduk-apalagi yang berutang-harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan. Sisi kehidupan yang akrab perlahan menjadi individual, masing-masing terbebani untuk berusaha keras demi memenuhi kebutuhan pribadi. Dhuuarrr, bom waktu telah meledak, setan tertawa keras. Ekonomi kapitalis berhasil merengut semua bahagia, merengut kekeluargaan, merengut segalanya. 

Bagaimana dengan pulau Baya? Mereka pun sama, merasakan kesulitan yang lebih parah dikarenakan tidak punya koin-koin emas seperti pulau Aya, akhirnya seluruh kekayaan mereka-tanah dan ladang- berpindah kepemilikan kepada 2 orang asing itu dan mereka hanya cukup puas menjadi pesuruh di atas tanah sendiri, belum lagi utang yang harus mereka bayar. Ya, lengkap sudah kehancuran mereka, lagi-lagi setan tertawa puas. Begitulah ekonomi kapitalis yang memang sekarang pun kita masih merasakannya.

Lalu bagaimana dengan ekonomi Islam? Seperti yang sudah dijelaskan di awal, ekonomi Islam berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah. Dimana kesejahteraan manusia dan kemaslahatan adalah tujuan utama ekonomi Islam. Dalam Islam sistem ekonomi riil yang menjadi hal pokok, bukan sistem moneter. Inilah doktrin-doktrik ekonomi Islam yang mana menjauhkan manusia dari keserakahan :
  • Kehidupan dunia hanya permainan belaka
  • Harta adalah milik Allah
  • Harta bukan tujuan utama bagi manusia
  • Kepemilikan individu atas harta dilindungi
  • Tidak boleh memakan harta dengan jalan yang bathil
  • Keadilan distribusi harta
  • Penguasa berhak mengelola harta milik umum dan digunakan seadil-adilnya untuk kepentingan orang banyak
  • Harta yang menganggur harus diberdayakan
  • Tenaga kerja harus diperhatikan hak-haknya
  • Tidak boleh bermegah-megahan dalam menghabiskan harta
Itulah beberapa doktrin Islam terkait ekonomi Islam, yang insyaallah akan saya tuliskan dalam tulisan selanjutnya. Yakinlah, bahwa hukum Allah adalah hukum yang benar, tidak ada salah dan keraguan di dalamnya. Karena inilah hal yang paling dasar yang harus dimiliki seorang muslim, dimana kepercayaan kepada Allah melebihi kepercayaan kepada apapun. Bahwa selalu ada hikmah dan kemaslahatan dalam setiap hukum-hukum Islam, bukan hanya untuk umat Islam saja, tapi untuk seluruh umat manusia karena Islam adalah agama yang Rahmatan-lil’alamin.

Jika ekonomi Islam tidak ditegakan dan diterapkan, tentu saja bersiap akan kehancuran dan keberkuasaan segelintir orang yang tidak berperikemanusiaan. Ekonomi Islam adalah harga mati. Yakinkan, dan pastikan kita adalah salah satu dari pejuang ekonomi Islam itu, hingga pada saat Allah menanyakan di mana posisi kita saat carut marut kedzaliman yang bersumber dari ekonomi merajalela, kita tahu di mana posisi kita.
Ekonomi Rabbani, BISA!



Sumber: dakwatuna

Daerah Boyolali : Sebanyak 44 Desa Rawan Dilanda Kekeringan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali mulai bersiap menghadapi bencana kekeringan yang akan terjadi pada musim kemarau mendatang. Ada sebanyak 44 desa di enam kecamatan Boyolali yang rawan dilanda kekeringan.”Kami sudah lakukan pemetaan bersama muspika dan relawan. Berdasarkan pemetaan dan pengalaman musim kemarau tahun lalu, ada 44 desa di Boyolali yang rawan dilanda kekeringan,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Boyolali Purwanto.
Sebanyak 44 desa itu, lanjut Purwanto, tersebar di enam kecamatan, antara lain Juwangi, Kemusu, Wonosegoro, Karanggede, Andong, dan Musuk. Rinciannya, di wilayah Kecamatan Musuk ada 13 desa yang rawan kekeringan, Wonosegoro 13 desa, Kemusu lima desa, Andong enam desa, Karanggede dua desa, dan Juwangi lima desa. Hampir di setiap musim kemarau, masyarakat di desa-desa tersebut selalu mengalami kekerungan air bersih. Sebabnya, tidak ada cukup sumber air di wilayah mereka. Untuk memperoleh air bersih, warga mengandalkan sumur atau tandon. Namun jika sudah dua bulan dilanda kemarau, sumur mengering.

Warga yang mampu akhirnya membeli air. Sedangkan yang tidak, terpaksa mengambil air di sendang yang masih tersisa dan mengajukan bantuan ke pemerintah. Menurut Purwanto, dalam waktu dekat ini, BPBD bakal membentuk posko di tiap kantor kecamatan yang wilayahnya rawan dilanda kekeringan dengan melibatkan muspika dan relawan setempat. Pendirian posko di kecamatan-kecamatan setempat diperlukan agar penanggulangan kekeringan di tengah masyarakat. Seperti dengan memberikan bantuan droping air bersih, bisa segera dilakukan.
Informasi yang diterima BPBD Boyolali dari BMKG Jateng, di bulan April ini sifat hujan di Boyolali sudah dibawa normal dengan curah hujan antara 201 sampai 300 milimeter. Adapun pada Juni, Juli, Agustus, September mulai masuk puncak kemarau.
Untuk menghadapi bencana kekeringan di musim kemarau, Purwanto menegaskan, BPBD Boyolali juga sudah menyiapkan mobil tangki untuk droping air bersih untuk masyarakat di wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan. Ada dua unit mobil tangki yang disiagakan di BPBD. Kemudian, ada enam di PUDAM dan satu di PMI. Pihaknya, pun akan mengusulkan anggaran droping air bersih ke BNPB. Anggaran bakal diajukan setelah musim hujan selesai.

suara merdeka 

Pertanian Boyolali : Petani Enggan Tanam Tebu karena Murah

Target panen gula 2016  di Kabupaten Boyolali bakal tidak tercapai. Ini dikarenakan lahan tebu di sana menyusut. Petani sudah tidak tertarik bercocok tanam tebu karena tidak menguntungkan bila dibanding dengan tenaga perawatan dan mengolah lahan.

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan  (Dispertanbunhut) Bambang Purwadi melalui Kepala Bidang produksi Perkebunan, Widodo Jumat (22/4), yakin target panen gula tidak tercapai.

Widodo yakin, panen tebu 2.106.000 kg yang akan dipanen sekitar Mei-Juni 2016 mendatang bakal tidak tercapai karena luasan tebu menyempit. 


''Luas lahan tebu untuk masa panen 2016 yang ditanam pertengahan 2015, menurun sekitar 10 persen dari luasan lahan panen 2015 dimana luasan lahan tebu 2015 438.440 Ha. Jadi, luasan lahan panen tebu pada Mei-Juni 2016 mendatang hanya 394.596 Ha.

Dulu, perbandingan lahan tebu antara tanah pertanian dan tegalan 70 berbanding 30, dimana 70 persen lahan pertanian irigasi teknis ditanami tebu, dan 30 persen ditanam di daerah tegalan atau tadah hujan. Namun, sekarang sebaliknya, 70 persen ditanam di lahan tegalan, dan 30 persen ditanam di lahan irigasi teknis. 

Luasan lahan tebu di Kabupaten Boyolali paling banyak di wilayah Boyolali Utara. Seperti, wilayah Kecamatan Wono Segoro, Andong, Kemusu, Klego, Simo, Nogosari serta wilayah lain kecamatan Boyolali bagian Utara.

Menurun luas lahan tebu di Kabupaten Boyolali ini, dikarenakan petani tebu banyak beralih ke tanaman selain tebu, seperti, singkong, jagung dan padi. Hal ini dilakukan petani akibat hasil panen tebu kurang menguntungkan. Ini karena harga tidak sesuai dengan proses perawatan menanam tebu.

Bahkan, pada 2014 lalu, lanjut Widodo, harga pembelian gula oleh Pabrik Gula (PG) dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Pada 2014 lalu, HPP gula Rp 8.500 per kg. Namun, kenyataan pabrik gula hanya membeli Rp 8.000 per kg. 
Isu adanya gula impor dari negara lain, ini juga mengakibatkan menurun minat petani untuk menanam tebu karena dipastikan harga hancur atau menurun drastis. Apalagi, petani di daerah irigasi teknis, seperti di wilayah pertanian Kecamatan Sawit dan Banyudono yang sebenarnya cocok untuk tanaman tebu banyak beralih ke tanaman padi, sebagian holtikultura, dengan alasan hasilnya lebih menguntungkan.

Sementara tata cara budidaya tanaman tebu di Boyolali dilakukan secara mandiri, dimana petani menanam lahan di lahannya sendiri, atau menyewa lahan untuk dijual ke pabrik gula. Hasil panen tebu diposes dan dijual ke pabrik, seperti ke PG Tasik Madu, Karanganyar, PG Gondang Baru, Klaten dan sebagian ke PG Madu Kismo di Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Sementara, jenis tanaman tebu yang banyak ditanam petani merupakan henis Bulu Lawang (BL), karena jenis tanaman tebu ini tahan kekurangan air. Sehingga sangat cocok di tanam di lahan Boyolali Utara.

republika

Senin, 18 April 2016

Ini Lhoo.. Sejarah Asrama Haji Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali

Asrama haji sudah diadakan sejak pemberangkatan jamaah haji menggunakan kapal laut. Ketika itu dikenal Asrama Haji Jakarta / Persatuan Haji Indonesia Kwitang, Jalan Kemakmuran, Asrama Haji Semarang, Surabaya, Balikpapan dan lainnya.

Namun kewajiban untuk masuk dalam asrama haji, dimulai pada tahun 1970. Kewajiban ini terkait dengan ditetapkan Indonesia sebagai daerah endemik penyakit kolera oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Ada ketentuan WHO yang mengharuskan warganegara Indonesia yang ingin ke luar negeri dikarantina dulu sebelum berangkat. Kondisi ini kemudian memaksa pemerintah Arab Saudi mengeluarkan aturan agar Jamaah Haji Indonesia di karantina selama lima hari sebelum keberangkatan, dan lima hari setelah tiba di tanah air. Kewajiban karantina selama lima hari ini berlaku hingga tahun 1972. Pada tahun 1973 masa karantina di Asrama Haji menjadi tiga hari sebelum berangkat dan tiga hari setelah tiba di tanah air.
Ketika itu, karena pemerintah belum mempunyai asrama haji sendiri, maka untuk keperluan karantina/asrama haji, dilakukan dengan sistem sewa pada wisma swasta. Seperti Wisma Pabrik Sepatu Ciliwung, Asrama ABRI Cilodong, Asrama KKO AL Jalan Kwini, Asrama PHI Cempaka Putih dan lain-lainnya. Biaya penyewaan tersebut sangat besar, selain itu wisma yang disewa memang tidak dipersiapkan untuk jamaah haji. Tidak heran, kalau tidak dilengkapi sarana yang dibutuhkan untuk jamaah haji.
Pada tahun 1974, Direktur Jenderal Urusan Haji Prof. KH. Farid Maruf mulai merencanakan pembangunan asrama haji. Rencana itu, baru bisa direalisasikan pada masa Departemen Agama dijabat Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Urusan Haji dijabat Burhani Tjokrohandoko, yang memerintahan pembangunan Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Asrama Haji Pondok Gede Jakarta yang terletak di Jalan Raya Pondok Gede, Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur adalah milik Kementerian Agama RI. Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No.944/A/K/BKD/1977 tahun 1977 dikeluarkannya izin peruntukan bangunan Asrama Haji Pondok Gede Jakarta. Pembangunan Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dilaksanakan secara bertahap diatas tanah seluas 152.844m² dan dimulai pembangunannya tahun 1978.
Nama Asalnya adalah Proyek Asrama Haji, namun pada tahun 1982 berdasarkan SK.Menteri Agama No.2 tahun 1982 diganti menjadi Badan Pengelola Asrama Haji (BPAH). Asrama Haji Pondok Gede Jakarta mulai dioperasionalkan pada tahun 1979 sebagai Asrama Haji Embarkasi dan Debarkasi Jakarta.
Dalam perkembangan selanjutnya, jumlah jamaah haji yang menggunakan pesawat udara mengalami kenaikan sampai tiga kali lipat. Maka asrama haji pemberangkatan dikembangkan di beberapa wilayah lainnya di Indonesia. Sekarang, jamaah haji hanya masuk asrama haji sehari menjelang keberangkatan.
Asrama haji saat ini berfungsi sebagai asrama haji embarkasi/debarkasi, yaitu asrama yang berfungsi untuk melayani calon jamaah haji dari proses awal sampai keberangkatan dan kepulangan melalui Terminal Haji.