Kamis, 21 Desember 2017

Benarkah Allah tidak mengharamkan LGBT? Ini jawabannya!

Saya membuka situs berita online, saya dikagetkan dengan steatment seseorang yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak mengharamkan LGBT di dalam Al Qur`an. Steatment ini memang meresahkan, tapi tak lama kemudian terlintas dalam pikiran saya “Barangkali orang ini sedang mencari sensasi saja!” lalu saya coba mengabaikannya.

Namun sesaat setelah saya membaca berita itu, saya mengambil Al Qur`an untuk membacanya, dan ternyata saya membaca surah Huud dari ayat 63-88, yang isinya kisah beberapa nabi, diantara nabi Luth dengan kaumnya. Lalu terpikir dalam benak saya “Apa barangkali Allah memerintahkanku untuk menjawab syubhat ini melalui beberapa ayat ini! kan tidak ada yang serba kebetulan. Semuanya berdasarkan takdir Allah SWT!”
 

Akhirnya saya putuskan untuk menjawab syubhat-syubhat ini dari sudut pandang Islam. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Apakah benar bahwa Allah tidak mengharamkan LGBT di dalam Al Qur`an?

Sebelum saya menjawab syubhat ini, maka ada baiknya kita mengenal dulu apa yang dimaksud Al Qur`an menurut pengertian Ulama. Para ulama mendefinisikan bahwa Al Qur`an adalah kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril secara mutawatir dengan menggunakan bahasa Arab yang diawali dengan surah Al Faatihah dan diakhiri dengan surah An-Naas.

Melalui definisi ini kita ketahui, bahwa Al Qur`an adalah kalamullah, bukan kalam basyar (perkataan manusia). Al Qur`an bukan kitab sembarangan, yang tentunya untuk memahami Al Qur`an tidak cukup bermodalkan terjemahan Al Qur`an saja. Terlebih Al Qur`an berbahasa Arab. Pasti akan berbeda tentunya dengan kitab-kitab atau buku-buku yang lainnya, kita mungkin mudah untuk memahaminya.

Oleh Karena itu untuk memahami Al Qur`an dan juga mengeluarkan hukum darinya, membutuhkan ilmu-ilmu tertentu. Tidak hanya bermodalkan bisa membaca bahasa arab saja. Para ulama menjelaskan bahwa diantara alat untuk memahami Al Qur`an dan mengeluarkan hukum yang tersirat di dalam Al Qur`an sebagai berikut:



  1. ilmu Nahwu, sharaf balaghah, badhi’ bayan, dan sebagainya.

  2. Hadits dibutuhkan karena ia berfungsi sebagai penjelas terhadap apa yang disebutkan secara global di dalam Al Qur`an.

  3. Ulumul Qur`an, yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan Al Qur`an; definisi, munasabah ayat, asbabunnuzul dan lainnya.

  4. Tafsir dan ilmu tafsir

  5. Ushul fiqh, dan ilmu-ilmu lainnya.


Sehingga untuk mengeluarkan hukum dari Al Qur`an, tidak bisa semua orang melakukannya. Tugas itu hanya bisa dilakukan oleh seorang mujtahid, yang benar-benar pakar dalam ilmu-ilmu yang menunjang untuk memahami Al Qur`an dan mengeluarkan hukumnya. Oleh karena itu, orang yang belum pakar dalam ilmu-ilmu ini tidak bisa mengatakan bahwa di dalam Al Qur`an Allah tidak mengharamkan LGBT.

Al Qur`an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah pedoman hidup umat Islam. Di dalamnya ada perintah, larangan dan ada juga kabar atau cerita. Perintah yang ada di dalamnya harus ditaati, larangan di dalamnya harus dijauhi, sementara cerita yang terpaparkan di dalamnya pun harus dijadikan I’tibar.

 Para ulama mengkaji bahwa shigah (ungkapan) perintah di dalam Al Qur`an diungkapkan dalam beberapa bentuk:



  1. Fi’il amr

  2. Fi’il mudhari yang diikat dengan laam amr

  3. Isim fi’il amr

  4. Mashdar

Dari sini kita dapat ketahui bahwa perintah Allah tidak mesti dengan satu ungkapan, contohnya, “Dirikanlah Shalat!” tapi kadang dengan ungkapan lainnya, menggunakan ungkapan khabar yang maksudnya adalah untuk memerintah. Contohnya adalah sebagaimana tertuang pada surah Ash-Shaff ayat 10-11:


“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.”  (QS:Ash-Shaff ayat 10-11).
Jika kita baca redaksi ayat ini secara seksama, maka tidak ada satu pun keluar perintah dalam ayat ini. Ayat ini hanya memberikan kabar, yang pada hakikatnya adalah memerintahkan. Dan kita bisa pahami bahwa “Jika kalian ingin selamat maka berimanlah kepada Allah dan Rasulnya, lalu berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan nyawa kalian!” dan sebaliknya, “Jika kalian tidak melalkukan semua hal ini, maka kalian tidak akan selamat dari azab yang pedih!”

 Demikian pula halnya, dengan ungkapan larangnan di dalam Al Qur`an. terkadang diungkapkan secara tegas dengan menggunakan la annahiyah, contohnya pada surah Al Israa` ayat 33,


“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”  (QS: Al Israa` ayat 33).

Dan juga terkadang larangan itu diungkapkan dalam bentuk lainnya, salah satunya dalam bentuk khabari (kabar), seperti pada surah An-Nisaa` ayat 148.


“Allah tidak menyukai Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS:An-Nisaa` ayat 148).

Ayat ini juga tidak secara tegas melarang untuk mengucapkan perkataan yang buruk, berbeda halnya dengan ayat sebelumnya, Al Israa ayat 33 yang tegas sekali memberikan pelarangan dengan kata “jangan!” namun kedua ayat ini memiliki maksud yang sama, sama-sama melarang, hanya saja berbeda bentuk pelarangan.

Oleh karena itu, dalam kasus apakah ada dalil melarang LGBT di dalam Al Qur`an, maka jika secara tegas pelarangan itu dengan ungkapan “jangan!” mungkin kita tidak menemukannya. Tapi jika kita melihat beberapa ayat yang ada di surah Huud misalnya, kita disuguhkan dengan cerita yang menggambarkan dimana nabi Ibrahim yang bertanya kepada para malaikat perihal nabi Luth dan kaumnya. Lalu para malaikat itu menceritakannya, lalu dijelaskan bahwa ketika para malaikat mendatangi nabi Luth dalam bentuk laki-laki yang tampan, nabi Luth merasa gelisah, karena seperti biasa, kaumnya akan mendatangi laki-laki tersebut. Ketika kaumnya mendatangi para malaikat yang menyamar sebagai laki-laki tampan, nabi Luth bahkan memberikan tawaran kepada kaumnya untuk memilih wanita-wanita yang ada, tapi mereka enggan. Secara tegas kaumnya mengatakan tidak tertarik dengan wanita, dan lebih menyukai sesama jenis. Wal iyyadzh billah. Singkat cerita di ayat 81-82 surah Huud, dijelaskan bahwa para malaikat memberi kabar kepada nabi Luth, bahwa mereka akan ditimpa adzab juga berikut istri nabi Luth As yang berkhianat pada beliau. Dan adzabnya, mereka dijungkirbalikkan dan dihujani bebatuan. Na’udzu billahi min dzalik.

Dari kisah yang dipaparkan oleh ayat-ayat ini kita akan melihat bahwa Allah SWT melarang LGBT dengan menimpakan adzab yang pedih pada kaum nabi Luth. Sehingga orang yang cerdas menangkap pesan bahwa ini sebuah pelarangan. Sama halnya ketika mendapat cerita dari teman kita, bahwa ada seorang pengendara ditilang karena tidak mengenakan helm, maka orang yang mendengarnya akan sadar betul, bahwa mengenakan helm saat mengendarai motor adalah sebuah kewajiban dan perintah.

Kisah nabi Luth dengan kaumnya diceritakan di beberapa tempat di dalam Al Qur`an, diantaranya pada surah Asy-Syu’ara dari ayat 165-173, surah An-Naml ayat 54-58, dan surah Al A’raaf ayat 80-84. Kesemuanya menceritakan keburukan mereka yang “mendatangi” sesama jenis dan akhirnya mendapat adzab dari Allah SWT. Jadi keliru jika ada anggapan bahwa Allah tidak mengharamkan LGBT, jika Allah memang tidak mengharamkan LGBT sudah pasti Allah akan menghalalkannya di dalam Al Qur`an dan tidak akan mengadzab pelakunya. Datangnya adzab menjadi dalil besar bahwa Allah benar-benar mengharamkannya, karena adzab Allah biasanya datang karena hal-hal yang tidak disukai-Nya dilakukan.

 Dari pemaparan ini dapat kita ringkas bantahan terhadap anggapan keliru ini:



  1. Ada atau tidak adanya dalil dalam suatu permasalahan juga berkaitan hukumnya merupakan tugas para mujtahid, yaitu ulama yang pakar dalam berbagai ilmu penunjang untuk memahami Al Qur`an. Sehingga sebaiknya kita bertanya kepada mereka dan hanya menerima pendapat mereka, yang mengeluarkan fatwa tidak berdasarkan hawa nafsu, melainkan bersandarkan manhaj ilmi ad-daqiq (metode keilmuan yang detail).

  2. Pelarangan, di dalam Al Qur`an tidak mesti diungkapkan dengan kata “jangan!” tapi juga diungkapkan dengan berbagai bentuk lainnya, diantaranya dalam bentuk khabari (kabar). Dan kisah kaum nabi Luth, masuk dalam kategori khabari.

  3. Kisah diadzabnya kaum nabi Luth yang “mendatangi” sesame jenis, merupakan dalil bahwa Allah mengharamkan perilaku itu.

  4. Dan seandainya homoseksual tidak dilarang, maka minimal Allah tidak akan mengisahkannya di dalam Al Qur`an, atau bahkan Allah tetap mengisahkannya namun tidak mengadzab mereka (kaum nabi Luth) dan membolehkannya.


Maka jika ada orang muslim yang menganggap bahwa LGBT tidak diharamkan, hendaknya dia bertobat, kembali ke jalan Allah SWT. Karena itu sama saja berdusta atas nama Allah SWT. Bertobatlah sebelum pintu tobat itu tertutup. Allah pasti akan menerima tobat hamba-hamba-Nya yang bertobat dengan sungguh-sungguh. Wallahu a’lam bish-shawaab.

Al faqiir ila maghfiratillah

Ahmad Nurhidayat, Lc.
 
sumber : Islamedia

Sudirman Said: Pesantren Berpotensi Jadi Pelopor Ekonomi Masyarakat

Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, menilai pondok pesantren (ponpes) berpotensi menjadi pelopor ekonomi masyarakat. Syaratnya, pesantren tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama saja, namun juga mengembangkan perekonomian mandiri. Untuk itu, Sudirman mendorong pesantren-pesantren di Jawa Tengah mengembangkan pertanian terpadu. Yakni pertanian, perikanan, peternakan, industri makanan olahan dan lainnya.
"Sebaiknya santri diajari teori dan praktek pengembangan ekonomi selanjutnya diperkuat studi banding dan pendampingan," kata Sudirman Said, saat mengisi sarasehan Pertanian Terpadu Berbasis Pesantren di Ponpes Darussalam, Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, Minggu malam.