Senin, 13 Januari 2014

Monyet Ekor Panjang Merbabu Turun Gunung, Petani Selo Bingung


Dok.Timlo.net/ Nanin

Boyolali — Serangan kera ekor panjang di areal pertanian warga di wilayah Selo membuat petani was-was. Hanya di sisi lain, sejumlah warga menyambut baik serangan kera ekor panjang tersebut. Pasalnya, kera ekor panjang lebih banyak menyerang di daerah konservasi hutan yang sebetulnya dilarang untuk ditanami. 
Salah satu warga di Lereng Gunung Merbabu, Desa Samiran Kecamatan Selo, Haris Budiarto, beberapa tahun belakangan ini, warga kerap memanfaatkan wilayah konsevasi untuk lahan pertanian. Padahal, sesuai peraturan yang berlaku, wilayah tersebut dilarang untuk lahan pertanian. Sebab, merupakan daerah resapan air. Ironisnya lagi, luasan wilayah hutan konservasi semakin sempit.

“Kita harapkan serangan kera di daerah konservasi hutan membuat petani kapok, sehingga petani meninggalkan lokasi dan bisa mengembalikan ekosistim hutan yang telah rusak,” ungkap Haris ditemui di Selo, Minggu (12/1).
Dijelaskan, paska erupsi Merapi 2010 lalu, hama kera kehabisan bahan makanan. Mereka turun gunung untuk mencari makan. Dan yang menjadi korban adalah lahan pertanian yang berada di wilayah konservasi. Lantaran serangan itu terus menerus, akhirnya petani yang memanfaatkan lahan tersebut kapok. Pasalnya, setiap musim tanam sayur, petani pasti gagal panen. Tanaman sayuran yang ditanam di wilayah tersebut pasti habis diserbu kawanan kera itu. Akhirnya, petani meninggalkan lahan tersebut.
”Warga juga tidak tinggal diam. Warga juga menanam pohon buah-buahan di wilayah lereng Merbabu, agar persediaan makanan kera-kera itu tetap terjaga,” lanjutnya.
Senada diungkapkan warga lainnya, Sarjono, 49, kembalinya ekosistem hutan di daerah konservasi itu dapat mengembalikan debit air di sejumlah mata air. Karena ada beberapa sumber mata air yang debitnya berkurang.
”Berkurangnya debit air karena areal resapan air juga berkurang,salah satunya berubah menjadi lahan pertanian,” paparnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar