Sabtu, 28 September 2013

Modus Penipuan peminat PNS ditjen Pajak dari Boyolali

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Winarno, seorang guru SDLB di Cepogo, Boyolali, diduga kuat meraup uang sekitar Rp 750 juta bersama sindikat penipuan modus rekrutmen CPNS di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
Kelompok penipu ini, menyasar warga yang mencoba jalan pintas untuk jadi CPNS. Modus operandi dan fakta kasus ini diungkapkan Andien, bukan nama sebenarnya, korban penipuan ala Winarno di Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY-Jateng, Selasa (24/9/2013).
Warga Sawit, Boyolali yang baru lulus dari PTN di Solo itu tergiur bujuk rayu Winarno, yang mengaku mampu meloloskan ke Ditjen Pajak lewat seleksi jalur khusus. Kasus ini bermula ketika seorang mengenalkan diri bernama Winarno, datang ke tempat ibu korban bekerja.
Pada Maret 2012, Winarno berniat melegalisir ijazah istrinya dari SD sampai SMA yang digunakan untuk melengkapi pengambilan surat keputusan (SK) menjadi PNS di Dirjen Pajak. Saat itu Winarno mengaku guru SMP di Boyolali.
Pelaku meyakinkan ibu korban, istrinya diterima di Ditjen Pajak setelah mendaftar melalui saudaranya bernama Tatang Yulianto Soeharto. Tatang diaku Winarno merupakan Kepala Ditjen Pajak.
Untuk meyakinkan calon korban, Winarno datang ke rumah Andien bersama sejumlah orang yang diduga ikut seleksi masuk Ditjen Pajak. Winarno menurut Andien, meyakinkan dengan dijanjikan sudah dapat menerima SK CPNS dari Kemenkeu pada April 2012.
Andien dan calon korban-korban lain diyakinkan mengikuti tes khusus guna menggantikan posisi peserta yang tak lolos tes kesehatan. Peserta yang digantikannya, merupakan peserta ujian masuk 2009 dan sudah tercatat sebagai tenaga kerja honorer di database Kemenkeu.
Tak sampai sebulan, Andien bersama empat saudara dekatnya dan beberapa orang lainnya mengikuti ujian tertulis di kediaman Asep Sholahudin di CV Cemerlang, beralamat di Perum Griya Lopang Indah Blok FG 16/15 RT 2/RW 9, Lopang, Serang Banten.
Ada 11 orang yang berangkat ke tempat tujuan tersebut dengan menggunakan kendaraan roda empat. Saat tes tersebut, korban juga diminta mengenakan seragam seperti layaknya tes CPNS. Penjaganya pun, berpakaian rapi, mengenakan jas dan dasi agar semakin meyakinkan.
Setelah mengikuti tes, ia dan beberapa rekannya diberitahu telah lulus ujian seleksi dan diminta Winarno untuk menyiapkan dana sebesar Rp 410 juta. Dana tersebut, disebut sebagai dana awal masuk ke Dirjen Pajak.
"Saat itu, kami dijanjikan akan menerima SK pada April 2012 setelah melunasi pembayaran," kata Andien. Uang yang diminta Winarno tersebut, Rp 410 juta tunai diserahkan langsung kepada pelaku dan sisanya ditransfer ke rekening Hartawan Wibisono dan Ujang Hidayat. Total, korban menyetorkan uang Rp 750 juta kepada pelaku dan komplotannya.
Pamer SK
Beberapa bulan kemudian, Andien diperlihatkan SK Kemenkeu seperti halnya SK kementerian lainnya. Saat ditunjukkan SK tersebut, ia dan korban lainnya bertambah yakin perekrutan itu benar-benar ada.
Beberapa kali, pelaku mengajak pertemuan di Hotel Ngawen Indah di Salatiga untuk semakin membuai korban dengan penampilan dan memberi informasi segala sesuatu di Kemenkeu. Bahkan, mereka menjanjikan setiap peserta tes boleh memilih daerah penempatan.
Tak berselang lama, pelaku memperlihatkan SK para korban, memberikan seragam untuk diklat di sebuah hotel di Salatiga. Setelah pembayaran terakhir, total Rp 750 juta dari lima korban, mereka dijanjikan berangkat ke Jakarta pada 28 Mei 2013.
Andien dan korban lainnya, dijanjikan dijemput pukul 17.00 menggunakan kendaraan Kemenkeu. Ternyata pada hari yang ditentukan jemputan tak kunjung datang. Andien menghubungi pelaku, namun beralasan terjebak macet.

Jemputan akhirnya tak datang juga, dan hingga saat ini hanya Winarno yang bisa dihubungi. Rumah tempat tes di Serang setelah disambangi sudah kosong. Pada Juli 2013, Andien melaporkan kasus ini ke Polres Boyolali. Winarno muncul, namun tak ditahan.
Polisi beralasan tidak cukup bukti. Keluarga Andien berunding dengan Winarno, dan sepakat diselesaikan secara damai. Winarno diminta mengembalikan uang Rp 410 juta plus denda 2,5 persen. Tapi pelaku ingkar janji.
Diduga korban kejahatan sindikat ini banyak dan tersebar di berbagai daerah. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY-Jateng Budhi Masthuri, akan segera koordinasi dengan ORI Perwakilan Jateng di Semarang.
"Mengenai pidananya, kami serahkan kepada pelapor," jelas Budhi yang akan mencari tahu apa saja kesulitan dari pihak kepolisian dan mendorong segera diselesaikan agar tidak macet. ORI Perwakilan Jateng-DIY saat ini membuka posko pengaduan rekrutmen CPNS.
ORI menggandeng kalangan akademisi untuk ikut serta mengawasi dan mengawal proses CPNS sampai Desember 2013. Warga bisa menginformasikan lewat SMS pengaduan ORI ke 083840551100.

tribun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar